Denpasar (Antara Bali) - Indonesia sebagai bangsa yang kaya ragam budaya dinilai masih belum mampu mempergunakan kekuatan budaya, terutama tradisi lisan, untuk dimanfaatkan sebagai pendukung dalam membangun negeri ini.
Hal itu terungkap dalam sosialisasi Kajian Tradisi Lisan di Universitas Udayana (Unud), Denpasar, Bali, Sabtu.
"Kita belum menggunakan aspek budaya sebagai 'soft power' dalam pembangunan. Kita lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi dan politik," kata Pudentia, pembicara dari Universitas Indonesia.
Dijelaskan bahwa tradisi lisan tidak hanya berupa cerita, mitos, dan dongeng, tetapi juga menyangkut kearifan lokal, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum, adat, pengobatan, sistem kepercayaan, religi dan berbagai hasil seni.
"Saat ini tradisi lisan berkejaran dengan waktu, seiring dengan semakin berkurangnya para penutur dan komunitas tradisi lisan," kata Pudentia.
Atas kenyataan tersebut, maka pemerintah wajib menjaga tradisi lisan sebagai sumber ilmu pengetahuan pada masa kini dan akan datang.
"Sebagai sumber pembentukan identitas, perlu dilakukan pengelolaan tradisi seperti perlindungan, preservasi, dan revitalisasi," ujarnya.
Sosialisasi Kajian Tradisi Lisan dilakukan di lima universitas, yakni Universitas Indonesia, Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana dan Universitas Pendidikan Indonesia.
Guna meningkatkan sumber daya dalam bidang kajian tradisi lisan, Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas menawarkan beasiswa bagi para dosen yang peduli pada tradisi lisan.
"Dikti menawarkan beasiswa bagi yang tertarik. Total satuan kredit semester yang diperlukan 20 SKS, dengan lokasi pembelajaran di Indonesia dan di luar negeri," kata Pudentia.
Topik penelitian yang diusulkan terbagi dalam tiga bidang, yakni perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi serta strategi dan kebijakan tradisi lisan.(*)