"Menurut pendapat saya, kalau sudah dilegalkan, malah pengawasannya akan lebih gampang dan mudah, daripada yang ilegal itu kan agak susah kita mengawasinya," kata Kapolresta Denpasar saat dikonfirmasi di Kantor Polresta Denpasar, Bali, Selasa.
Ia mengatakan bila ditemukan pelanggaran terhadap penyalahgunaan ini maka akan langsung ditindak. Kata dia, dalam penindakannya pun tidak ada masalah, hanya saja pada umumnya usaha arak dilakukan oleh masyarakat kecil.
"Contoh dari segi harga saja siapa saja kalau dia ilegal bisa saja membeli tapi kalau legal kan lebih jelas nanti perinzinannya, kemudian distribusi buat pendapatan pemerintah kan ada. Kontrol kita akan lebih jelas lagi nantinya. Mana yang berizin kita awasi yang melanggar izinnya lebih gampang, menindak pelaku-pelaku usaha yang berizin yang melakukan pelanggaran,"jelasnya.
Baca juga: Presiden cabut Perpres "Miras"
Kapolresta mengatakan produksi arak ini pada umumnya dilakukan oleh masyarakat kecil dan kemungkinan kegiatan itu dilakukan karena untuk pemenuhan ekonomi.
Polresta Denpasar dalam hal ini mendukung apa yang menjadi kebijakan dari pemerintah, karena pasti melalui kajian dan kebaikan untuk seluruh masyarakat.
Terkait dengan Pergub tata kelola arak Bali, Kapolresta mengatakan itu merupakan salah satu bentuk upaya agar bisa terakomodir dan terkontrol. Menurutnya, jika sudah terakomodir dan terkontrol kemudian dalam melakukan pengawasan bila ada pelanggaran terhadap penyalahgunaan itu tetap akan ditindak.
"Dengan begitu malah kita lebih gampang mengontrol. Kalau dia sudah berizin kemudian sudah jelas, peningkatan mutunya, mutinya kan ditingkatkan. Yang tadinya mungkin di pasaran siapapun bisa meminum itu dan bisa disalahgunakan. Kalau sekarang tujuannya kan jelas arah tujuannya bisa diarahkan ke medis dan ke hal-hal yang lebih positif lah,"ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mencabut butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras.
Dalam Perpres Nomor 10/2021 tidak mengatur khusus miras melainkan soal penanaman modal. Namun, dalam beleid tersebut menyebutkan industri miras di daerah tertentu di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.