Klungkung, Bali (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menetapkan Tari Baris Jangkang Nusa Penida sebagai Warisan Budaya Tak benda (WBTB) Indonesia dengan piagam penetapannya diserahkan Menteri kepada Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Klungkung Nengah Sudiarta yang mewakili Bupati Klungkung pada Pekan Kebudayaan Nasional di Jakarta, 8 November lalu.
"Pemkab Klungkung sudah melakukan berbagai cara dalam upaya melestarikan Tari Jangkang, diantaranya dengan mementaskan tarian tersebut pada ajang Festival Semarapura, Festival Nusa Penida, Pesta Kesenian Bali dan festival lainnya serta mengupayakan pembinaan terhadap generasi muda agar tarian ini tidak punah," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Klungkung Nengah Sudiarta dalam keterangan tertulis yang diterima di Klungkung, Selasa.
Menurut dia, piagam penetapan salah satu tarian asal Klungkung itu telah disampaikannya kepada Bupati Klungkung Nyoman Suwirta di Klungkung, 11 November lalu. "Tari Baris Jangkang merupakan salah satu tari sakral yang ada di Dusun Pelilit, Desa Pejukutan Nusa Penida. Tari ini dilengkapi senjata tombak. Sebagai tari sakral, gerakan Tari Baris Jangkang Desa Adat Pelilit terbilang unik dan juga sulit untuk ditiru," katanya.
Selain tariannya, perangkat gamelan untuk mengiringi Tari Baris Jangkang Pelilit ini juga terbilang sakral. Salah satu perangkat gamelan yang terbilang sakral adalah kempur. Dulu, kempur merupakan tempat makanan babi yang bahannya berasal dari perunggu. Jika benda ini dipukul-pukul dan mengeluarkan suara mampu membuat musuh lari.
"Begitu kempur dipukul, musuh yang mendengar akan lari karena melihat padang ilalang seperti ujung tombak dan keris," ujar Sudiarta.
Pihaknya menyebutkan, tari ini dipentaskan untuk mengiringi prosesi upacara tertentu, yang dipentaskan di tempat-tempat pelaksanaan upacara. Selain dipentaskan di pura (tempat suci), pementasan juga diadakan di lingkungan rumah tangga biasanya dipentaskan untuk "naur sesangi" (membayar kaul/hajat).
Baca juga: Tarian etnik Dayak pukau peserta IPOC 2019 di Bali
Kostum penari terdiri dari hiasan kepala berupa udeng, Baju Putih lengan panjang, kain berupa saput (dengan kain khas Nusa Penida yang dikenal dengan kain Cepuk), kain Kamen berwarna Putih, Celana panjang berwarna putih, dan kain Selendang.
Adapun sarana yang dipakai dalam tarian ini berupa tombak yang ujungnya diisi daun ilalang yang menggambarkan sosok prajurit tangguh yang gagah berani dalam menghadapi musuh saat terjadinya penyerangan pada zaman dahulu di Desa Pelilit. Tarian Jangkang ditarikan oleh sembilan orang sesuai arah mata angin.
Karakteristik Tari Baris Jangkang antara lain, mempunyai gerakan sederhana, rias sederhana, makna dan nilai sebagai kepahlawanan. Iringan yang mengiringi Tarian Baris Jangkang selain Kempur, antara lain dua buah kendang, sebuah petuk, dan cenceng kecil sebuah, perangkat tersebut disebut Gamelan Batel.
Baca juga: FSBJ 2019, Sanggar Seni Gumiart tampilkan enam tari kontemporer
Menanggapi penetapan itu, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta menyampaikan dengan penghargaan tersebut Tari Baris Jangkang saat ini sudah diakui keberadaannya, sebagai suatu kebudayaan yang bergerak.
"Dengan penghargaan ini pula, Tari Baris Jangkang kini menyandang dua status penting, yakni sebagai Tari Sakral dan Warisan Budaya Tak benda Indonesia. Mari jaga dan lestarikan Tari Baris Jangkang sebagai Tari Sakral dan Warisan Budaya Takbenda Indonesia," ajak Bupati Suwirta.
Bupati Suwirta berharap kepada masyarakat Klungkung khususnya warga Desa Adat Pelilit Nusa Penida agar Tari Baris Jangkang dapat dijaga dan dilestarikan. Ke depan, Tari Baris Jangkang akan dipentaskan pada saat ada upacara tertentu, seperti mengiringi Upacara Pekelem pada Festival Nusa Penida.
"Selamat kepada masyarakat Dusun Pelilit Desa Pejukutan, atas ditetapkannya Tari Baris Jangkang sebagai Warisan Takbenda Indonesia," ujar Suwirta.
Tari Baris Jangkang Klungkung ditetapkan jadi "Warisan Budaya Tak benda Indonesia"
Selasa, 12 November 2019 9:34 WIB
Tari ini dipentaskan untuk mengiringi prosesi upacara tertentu, yang dipentaskan di tempat-tempat pelaksanaan upacara. Selain dipentaskan di pura (tempat suci), pementasan juga diadakan di lingkungan rumah tangga untuk "naur sesangi" (membayar kaul)