Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali I Nyoman Gede Anom mengatakan tujuh kasus meninggal dunia akibat gigitan hewan penular rabies (GHPR) sepanjang 2024 disebabkan keterlambatan dalam penanganan.
“Iya (terlambat penanganan), karena mereka tidak mau divaksin, pertama tidak peduli ya, ada yang tidak mau padahal sudah dianjurkan, kami ada tim siaga rabies sudah dianjurkan tapi alasannya karena anjing peliharaan,” kata dia di Denpasar, Selasa.
Ia menyebut tujuh kasus meninggal dunia berasal tiga orang dari Tabanan, satu orang dari Badung, satu orang dari Gianyar, dan dua orang dari Karangasem.
Angka ini menurun tajam dari masa kelam Bali 2022 di mana 22 orang meninggal dunia akibat gigitan hewan penular rabies, namun menurut dia semestinya kasus kematian tak ada lagi.
“Rata-rata mereka datang ke rumah sakit setelah tiga bulan (digigit) saat ditanya kenapa tidak divaksin ternyata anjing sendiri, tapi ditanya sekarang anjingnya mana jawabannya tidak tahu, artinya kan liar, sangat disayangkan padahal VAR (Vaksin Anti Rabies) kita banyak sekali,” ujarnya.
Dinkes Bali mencatat sepanjang 2024 telah memberikan VAR manusia sebanyak 31.370 vial, jumlah ini sudah disaring hanya diberikan kepada korban gigitan yang diserang hewan liar atau hewan peliharaan yang berujung meninggal sehingga berpotensi membawa rabies.
Adapun jumlah pasien yang terkena gigitan sebanyak 55.767 orang, sehingga 24.397 orang tidak divaksin karena hewan yang menggigit dipastikan aman dari rabies.
Saat ini, Dinkes Bali memiliki 80 ribu vial stok VAR manusia, ditambah yang tersebar di seluruh kabupaten/kota sehingga ia meminta tak ada lagi yang menolak lapor ke pelayanan kesehatan setelah terkena gigitan hewan penular rabies.
Anom menjelaskan skema saat tiba di pelayanan kesehatan yaitu pasien akan ditanyakan terlebih dahulu asal gigitannya, jika dari hewan liar maka akan langsung diberi VAR manusia, sementara jika peliharaan dan terjamin vaksinasinya akan diminta kurung selama dua pekan.
Menurutnya, waktu itu masih cukup untuk pemberian vaksin, tetapi jika melebihi satu bulan maka sulit sebab virus rabies akan segera naik menyerang otak manusia.
“Yang penting sekali vaksin untuk anjing ya di hulunya, mungkin 80 persen yang sudah divaksin itu pun hewan peliharaan yang liarnya belum, jadi hati-hati kalau digigit anjing liar, kalau di hulunya masih kita jaga-jaga di hilir, kalau sukses di VAR semua hewan ya aman kita,” ujarnya.
Sepanjang 2024 dari 55.767 gigitan jumlah terbanyak di Kabupaten Badung dengan 9.732 gigitan, disusul Denpasar 7.847 kasus, Tabanan 7.244 kasus, Karangasem 7.049 kasus, Gianyar 7.035 kasus, Buleleng 5.293 kasus, Jembrana 4.739 kasus, Bangli 3.812 kasus, dan Klungkung 3.016 kasus.
Dengan banyaknya stok VAR manusia dan 600 vial serum anti rabies (SAR), Dinkes Bali berharap, masyarakat dapat memanfaatkan sehingga tidak ada lagi terlambat penanganan hingga meninggal dunia.
Baca juga: Persatuan Dokter Hewan Indonesia Provinsi Bali sediakan 3.000 dosis vaksin rabies
Baca juga: PDHI Bali sisir anjing belum vaksin rabies di Kota Denpasar
Baca juga: PDHI Bali jelaskan eutanasia bukan asal eliminasi anjing liar
Baca juga: Pj Gubernur Bali rancang gerakan serentak tangani rabies