Klungkung, Bali (ANTARA) - Nasi Kuning menjadi primadona Hari Raya Banyu Pinaruh di Bali. Nasi kuning yang biasanya disebut nasi yasa ini menjadi menu andalan Umat Hindu di Bali saat Hari Raya Banyu Pinaruh. Warna kuning merupakan warna dari Bhatara Mahadewa yang terdapat dari sastra Dewata Nawa Sanga.
"Nasi kuning memang wajib ada pas sehabis Saraswati, jadi udah mulai nyiapin semua bahannya, cara buatnya juga gampang sekali, tapi setelah dimasak ada yang menggunakan wadah tamas, atau bokor yang beralaskan daun hijau, setiap rumah sih beda-beda ya," ucap Ketut Ari Nugraheni saat membeli bahan-bahan nasi kuning di Pasar Semarapura, Minggu.
Ia mengatakan bahwa nasi kuning disajikan dengan beberapa pendamping lainnya, seperti ikan teri, sambal bawang, ayam yang disuir, saur, timun, telur dan loloh yang dapat dinikmati seusai melakukan persembahyangan.
"Sebelum menyantap nasi lelabaan (nasi kuning), jadi dihaturkan terlebih dahulu kepada leluhur, dan Bhatara Bhatari di merajan masing-masing. Secara simbolis, hasil memasak nasi lelabaan atau nasi yasa, lalu ditempatkan dalam wadah bokor, dan ditambahkan canang sari," kata Jro Mangku Ketut Gubah.
Nasi yasa atau nasi lelabaan ini disebut juga nasi pica yang artinya menerima pica (berkat) dari Bhatara Bhatari hasil persembahyangan sebelumnya.
"Nasi yasa atau nasi lelabaan menjadi ciri khas dari hari raya Banyu Pinaruh, dan sudah dilakukan secara turun temurun, juga dari generasi ke generasi tanpa menambahkan perubahan yang signifikan," kata Jro Mangku Ketut Gubah.
Menurut Jro Mangku Ketut Gubah, esensi "Banyu Pinaruh" yang merupakan hari raya umat Hindu yang jatuh pada Redite Pahing Wuku Sinta (12/5) adalah untuk penyucian dan pembersihan diri agar mala (kotoran) dapat melebur dengan melukat di pantai.
"Sesampainya di jero (rumah) masing-masing, para pemedek juga melukat dengan kumkuman," kata Jro Mangku Ketut Gubah saat melukat di Pura Kahyangan Jagat Watu Klotok di Banjar Celepik, Tojan, Klungkung.