Klungkung, Bali (ANTARA) - Jro Mangku Ketut Gubah menyatakan esensi ritual "Banyu Pinaruh" yang merupakan salah satu hari raya umat Hindu yang jatuh pada Redite Pahing Wuku Sinta (12/5) adalah untuk penyucian dan pembersihan diri agar mala (kotoran) dapat melebur dengan melukat atau lekat di pantai.
"Sesampainya di jero (rumah) masing-masing, para pemedek (pengemong) juga melukat dengan kumkuman," kata Jro Mangku Ketut Gubah saat melukat di Pura Kahyangan Jagat Watu Klotok di Banjar Celepik, Tojan, Klungkung, Minggu.
Hari Raya Banyu Pinaruh dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Saraswati, yaitu turunnya Ilmu Pengetahuan dari Dewi Saraswati. Banyu artinya air, pinaruh sama dengan kaweruh atau pengetahan. Selain di Pura Kahyangan Jagat Watu Klotok, kegiatan ritual juga dilaksanakan di jalur By-pass Tohpati-Kusamba (By-pass IB Mantra).
Menurut Jro Mangku Ketut Gubah, pemedek yang berdatangan ke Pura Watu Klotok umumnya berasal dari berbagai kabupaten di Bali. Pura Watu Klotok yang juga berdampingan dengan pantai Watu Klotok menjadi tujuan dari para pemedek setiap rentetan hari raya, dari Hari Raya Saraswati, Banyu Pinaruh hingga Pagerwesi.
"Banyu pinaruh yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali ini mengandung pengertian dari Bahasa Jawa Kuno, yakni kata banyu sarat artinya air (kehidupan), dan pinaruh yang berasal dari kata weruh artinya pengetahuan. Dalam etimologinya, terdapat ajaran Dewi Saraswati berawal dari dua sekte yaitu Brahmanisme dan Sekte Devi," katanya.
Dari sembilan Devi yang paling kuat adalah pemuja Dewi Gangga, karena itu para pemedek yang datang ke pantai memiliki tujuan untuk memuja Dewi Gangga. Hal ini diartikan bahwa ilmu itu mengalir bagaikan air sehingga menghilangkan kekotoran dan kebodohan, seperti pula Bagai Api Mengusir Gelap.
Proses yang dilakukan saat Banyu Pinaruh, adalah melaksanakan penglukatan di beberapa tempat sumber mata air, seperti pantai, klebutan, campuhan dan sumber mata air lainnya. Penglukatan bisa dilakukan sendiri ataupun dapat dipandu oleh Pinandita (pemangku setempat).
Sebelum menuju ke tempat penglukatan, ada baiknya untuk membawa perlengkapan sembahyang, seperti canang sari, dupa, sesari atau juga menghaturkan pejati sebagai bentuk permakluman (atur piuning) dalam memohon air suci tersebut.
"Setiap Hari Raya Banyu Pinaruh, saya selalu ke Pantai Klotok tanpa pernah absen, sama teman-teman sekaa truna truni, dan setelah melukat pun rasanya segar kembali," ujar Komang Sri Devi Handayani, pemedek asal Desa Kemoning, Klungkung.
Ia juga menuturkan bahwa hari raya Banyu Pinaruh ini juga masih ada hubungannya dengan Hari Raya Saraswati yang mana semua umat Hindu bersiap untuk menerima pengetahuan baru. Namun, sebelumnya wajib melalui proses membersihkan diri dengan melukat.
Ketut Gubah: "Banyu Pinaruh" untuk pembersihan diri
Minggu, 12 Mei 2019 17:50 WIB