Denpasar (Antaranews Bali) - Konsul Jenderal RRT di Denpasar, Gou Haodong, membantah pemberitaan tentang kamp pengasingan Muslim Uighur, Xinjiang, China, karena Konstitusi RRT menjamin kebebasan beragama, sehingga pemerintahnya tidak mungkin melanggar UUD itu.
"Jadi, pengasingan dua juta orang itu tidak mungkin. Itu fitnah, tujuannya ingin merusak hubungan baik antara RRT dan RI yang selama ini sudah menjalin kemitraan strategis setelah pemulihan hubungan diplomatik," katanya dalam pertemuan dengan pers di kantornya, Denpasar, Kamis.
Menurut dia, ada pihak-pihak yang tidak mau perkembangan baik dalam hubungan kedua negara itu, karena itu pihak lain itu memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat Indonesia tentang Tiongkok dengan melakukan fitnah.
"Masyarakat Indonesia ditipu dengan pemberitaan penganiayaan yang merupakan berita palsu, padahal dua juta Muslim Uighur dimasukkan kamp pengasingan itu tidak masuk akal, apalagi Konstitusi RRT menjamin kebebasan beragama. Berita palsu sebelumya juga menyebut RRT melarang kebebasan beragama atau RRT merusak masjid. Tidak mungkin ada negara yang bisa berkembang bila melakukan penganiayaan umat beragama," katanya.
Untuk itu, ia mempersilakan Muslim Indonesia untuk bertanya kepada pengurus NU NTB yang langsung bertemu Muslim Uighur, Xinjiang, China, secara kebetulan, saat marak demonstrasi terkait Muslim Uighur di Tanah Air, termasuk demonstrasi membakar bendera RRT di Jakarta.
"Posisi Xinjiang yang dekat dengan Afghanistan dan Pakistan memang sudah sering terjadi aksi teroris. Masyarakat Bali mungkin bisa membayangkan saat terjadi aksi terorisme pada tahun 2002 dan 2004 yang merusak pariwisata, atau aksi bom di Surabaya yang masih kita ingat," katanya.
Oleh karena itu, Kepolisian RRT juga menjalin kemitraan strategis dengan Polda Bali dalam melawan terorisme, cyber crime, dan sebagainya. "Kami juga pernah bekerja sama dengan Polri untuk memburu teroris Xinjiang yang bersembunyi di Poso, Sulawesi," katanya.
Selain itu, masyarakat Indonesia bisa mengakses laman/website Kedubes RRT di Indonesia tentang fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di Xinjiang, termasuk fakta adanya pelatihan vokasi dan juga kebijakan pemerintah RRT dalam melawan terorisme.
"Jangan percaya media yang pakai standar ganda, karena pepatah kami mengakui bahwa fitnah yang datang dalam tiga kali itu bisa menghancurkan hubungan rumah tangga. Kritik dan fitnah itu sangat jelas bedanya. RRT-Indonesia menjalin kemitraan strategis untuk menyumbang kedamaian dunia. Terorisme itu musuh dunia," katanya.
Dalam kesempatan itu, sejumlah awak media dari Bali yang pernah mengunjungi Tiongkok pada 2-11 Mei 2018 mengakui Tiongkok dengan 56 suku bangsa memang menjamin kebebasan beragama, karena jaminan itu diatur dalam Konstitusi RRT, terutama Bab 2 Pasal 36, sehingga pemerintah RRT tidak mungkin melanggar UUD. Terkait teroris, siapapun yang "memperalat" agama memang harus dilawan, tentu dengan koridor hukum pula. (Editor: Adi Lazuardi)
Video oleh Edy M. Ya'kub