Denpasar (Antaranews Bali) - Sejumlah perwakilan organisasi masyarakat (ormas) dan komunitas dari Aceh, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Papua, dan Jakarta menyelenggarakan diskusi untuk mengevaluasi pendekatan pengarusutamaan gender dalam upaya mendorong pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berkelanjutan.
"Selain bernilai ekonomis, hutan juga memiliki nilai sosial, dan budaya, serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi eksistensi kehidupan perempuan," kata Kepala Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sekaligus ketua Pokja Pengarusutamaan (PUG) gender KLHK, Ayu Dewi Utari, saat diskusi di Taman Hutan Raya (Tahura) Kota Denpasar, Bali, Minggu.
Ia mengatakan sebagai bentuk komitmen, KLHK telah lama membentuk pokja PUG yang bertugas untuk memastikan pendekatan keadilan gender berjalan dengan baik di KLHK, misalnya melalui pelatihan-pelatihan bagi staf KLHK, juga memberikan input kepada Menteri dan Dirjen-Dirjen di KLHK dalam membuat peraturan yang responsif gender.
"Saat ini di KLHK, ada dua Permen dan 14 Perdirjen di lingkungan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) mayoritas terkait akses perhutanan sosial dan penyelesaian konflik di hutan adat," kata Ayu Dewi Utari.
Pada diskusi tersebut juga dihadiri Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, dan perwakilan pemerintah Inggris yang juga Sekretaris Tetap Kerajaan Inggris DFID Matthew Rycroft, dan Lindy Cameron (Direktur Jenderal untuk Program Kenegaraan DFID).
Sehubungan dengan hal tersebut, Dewi Utari mengatakan KLHK menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh CSO, masyarakat, dan pemerintah Inggris melalui The Asia Foundation (TAF) dalam program "Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola (Setapak)", yang difasilitasi oleh United Kingdom for Climate Change Unit (UKCCU) sejak tahun 2011.
Hal tersebut dilakukan Pemerintah Inggris sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia, khususnya dengan melibatkan kelompok perempuan maupun laki-laki yang berjuang dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan dalam konteks Tata Kelola Hutan dan Lahan (TKHL).
Sementara itu, Country Representative TAF, Sandra Hamid mengatakan bahwa TAF bersama mitra-mitra CSO melalui program "Setapak" menggunakan pendekatan "Gender Responsive Approach", dengan melibatkan kelompok perempuan dalam proses-proses diskusi dan pegambilan keputusan.
Pada kesempatan tersebut, Sandra Hamid lebih lanjut mengatakan selama ini perempuan jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Namun ketika diberikan ruang untuk berpartispasi dalam penyusunan anggaran desa, sebagai paralegal, ataupun dalam mengakses informasi publik terkait izin tambang dan kebun, perempuan dapat terlibat aktif dan membawa perubahan baik di komunitas mereka.
"Perlu diingat juga bahwa perspektif gender menempatkan perempuan maupun laki-laki dalam posisi setara untuk memperoleh kesempatan dan berpartisipasi di dalam perumusan kebijakan TKHL maupun proses advokasi," ujarnya.
Deputi Direktur Program "Setapak" Alam Surya Putra menyatakan bahwa TAF melakukan berbagai kajian untuk memetakan relasi kuasa antara perempuan dan laki-laki yang dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, agama, dan budaya di tingkat lokal.
Kemudian, TAF memfasilitasi mitra untuk menyusun strategi dan implementasi program yang responsif gender menggunakan "Gender Pathway Analysis" untuk menganalisis dan mengintegrasikan isu gender dalam program dan kegiatan tiap lembaga, serta memastikan pelibatan kelompok perempuan dalam advokasi TKHL agar dapat menjawab kebutuhan perempuan.
Selain itu, kata Surya Putra, TAF juga menggagas forum pertemuan tahunan bagi para "local champion" untuk berbagi cerita dan pegalaman terkait TKHL di tingkat tapak dengan pengambil kebijakan. "Local champion" adalah penamaan yang diberikan TAF kepada anggota komunitas baik perempuan maupun laki-laki yang memiliki komitmen dan kemauan kuat untuk berjuang agar hutan dan lahan yang rusak dikampung mereka segera dipulihkan dengan kebijakan yang reformis dan perjuangan yang setara antara perempuan dan laki-laki.
Dikatakan, dari pertemuan tahunan ke-2 bulan Maret 2018 yang lalu bekerja sama Pokja PUG KLHK yang dihadiri Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar yang kemudian memberikan tiga komitmen kepada 120 "local champion" untuk perbaikan pengelolaan lingkungan, yaitu pertama, merumuskan afirmasi kebijakan dan strategi perhutanan sosial bagi perempuan kepala keluarga. Kedua, merumuskan atau menuliskan konsep ibu bumi versi adat dan budaya Indonesia secara bersama-sama. sehingga ada original versi Indonesia. dan Ketiga, merumuskan penyempurnaan Kebijakan Amdal dan KLHS dengan masuknya analisis gender.(lhs)
KLHK : ormas dan komunitas diskusi pengelolaan SDA
Minggu, 14 Oktober 2018 19:02 WIB