Denpasar (Antara Bali) - Atmakusumah Astraatmadja dari Lembaga Pers Dr Soetomo mengatakan pemerintah melalui program konversi minyak tanah ke gas mampu menghemat subsidi energi Rp13,7 triliun pada 2010.
"Konversi bahan bakar minyak ke gas itu mampu menekan konsumsi minyak tanah lebih dari 6,2 juta kiloliter. Konversi ini membuat tumbuhnya pabrik kompor gas yang menyerap tenaga kerja sebanyak 100.000 orang," katanya di sela-sela seminar dengan tema "Konversi dan Tata Kelola Energi untuk Masyarakat" di Denpasar, Kamis.
Dia mengatakan, program itu dirasa cukup efektif untuk menekan penggunaan energi minyak bumi itu karena cadangan BBM di Indonesia makin menipis, dengan memanfaatkan cadangan gas di Tanah Air yang masih melimpah.
Untuk mengolah gas itu tidak memerlukan biaya relatif besar dibandingkan dengan biaya produksi minyak tanah. Selain biaya yang murah, gas juga jauh lebih ramah daripada energi dari minyak itu.
Namun di lain sisi, Atmakusumah menjelaskan, program konversi yang dimulai 2007 itu memang dari segi penghematan energi cukup efektif. Akan tetapi sejak awal digulirkan cukup banyak menimbulkan kejadian ledakan gas yang meresahkan masyarakat.
"Akan tetapi insiden itu terjadi bukan karena kebocoran tabung, melainkan dari selangnya. Namun banyak media yang memberitakan terjadinya ledakan akibat kebocoran tabung gas. Hal itu keliru dan banyak ditonton oleh masyarakat," ujarnya.
Dia mengatakan, untuk mengetahui daerah mana yang banyak terjadi insiden tersebut, pihaknya sudah mendatangi tujuh kota besar di Indonesia.
"Hasilnya, selama ini kami mengira kasus itu hanya banyak terjadi di Jakarta, namun ternyata di daerah pun tidak kalah," ucapnya.
Sementara pembicara lain, Lukas Luwarso dari Lembaga Pers Dr Soetomo mengatakan, program tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak guna meringankan beban keuangan negara.
Namun selain itu, bertujuan untuk menyediakan bahan bakar yang ramah lingkungan, bersih dan murah bagi masyarakat.
"Setiap kebijakan publik memerlukan sosialisasi dan resosialisasi yang berkesinambungan, dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat. Aspek krusial dari program konversi adalah mengintrodusir perubahan nilai dari cara penggunaan bahan bakar tradisional, seperti kayu bakar dan minyak tanah, ke bahan bakar yang lebih canggih, seperti gas," katanya.
Dia mengatakan, untuk mengubah pola pikir masyarakat bukan sekadar menyampaikan informasi melalui sosialisasi saja, melainkan memastikan sejauh mana informasi tadi dimengerti oleh khalayak sasaran dan kemudian diikuti dengan perubahan sikap.
Pemahaman juga bukan hanya pada aspek teknis, seperti memahami cara menggunakan tabung Elpiji, melainkan juga aspek non teknis yaitu aspek sosial dan lingkungan.(*)