Denpasar (Antara Bali) - Kinerja ekspor nonmigas Bali (barang dan jasa) triwulan II 2016 mencatat pertumbuhan sebesar 11,15 persen (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I-2016 sebesar 11,68 persen (yoy).
"Hal tersebut dipengaruhi oleh perlambatan ekspor jasa luar negeri triwulan II- 2016," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana dalam kajian Ekonomi dan Keuangan Regional setempat, di Denpasar Minggu.
Perlambatan ekspor jasa luar negeri sesuai laporan Kantor Perwakilan Bank Indonesia daerah ini tercatat sebesar 13,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai sebesar 15,5 persen (yoy).
Ia mengatakan, walaupun masih mengalami kontraksi, ekspor barang hasil pengusaha Bali mengalami perbaikan dimana kontraksi pertumbuhan pada triwulan II-2016 tercatat -9,1 persen (yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar -15,2 persen (yoy).
Perbaikan itu terkonfirmasi dari peningkatan pertumbuhan nilai ekspor barang dari -11,6 persen (yoy) triwulan I-2016 menjadi sebesar 4,94 persen (yoy) triwulan II-2016. Perbaikan tersebut didorong oleh perbaikan permintaan dari negara tujuan ekspor.
Peningkatan ekspor barang didukung oleh kinerja komoditas utama Bali dengan share terbesar antara lain perikanan (27,52 persen), perhiasan (14,97 persen), pakaian jadi (14,56 persen), produk olahan kayu (14,56 persen), dan furniture (8,42 persen).
Secara umum, peningkatan tersebut seiring dengan mulai meningkatnya permintaan negara tujuan ekspor antara lain Amerika Serikat (untuk produk tekstil) serta negara tujuan ekspor lain di Asia (Jepang, Singapura, Hongkong).
Causa Iman Karana menyatakan, semakin kompetitifnya harga jual produk dari Bali karena tidak menaikkan harga jual, serta didukung penurunan biaya produksi yang dapat dilakukan melalui pengelolaan bahan baku (produk olahan kayu).
Peningkatan volume ekspor olahan kayu, juga didorong oleh dihapuskannya penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku sejak triwulan IV-2015 (Permendag Nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan).
Penghapusan tersebut berdampak pada penurunan biaya pengiriman produk olahan kayu, sehingga mendorong peningkatan volume ekspor produk olahan kayu. Peningkatan kinerja ekspor, juga terkonfirmasi dari peningkatan volume dan nilai ekspor untuk produk tekstil dan olahan kayu, ujar Causa Iman Karana. (WDY)