Jakarta (Antara Bali) - Ahli ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Akhmad Akbar Susamto menyatakan bahwa amnesti pajak adalah program yang sangat relevan bagi para pengemplang pajak.
"Amnesti pajak tidak relevan untuk para wajib pajak yang taat, namun sebaliknya program ini hanya relevan untuk para pengemplang pajak," ujar Akbar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Hal itu dia sampaikan ketika memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Amnesti Pajak (UU Amnesti Pajak).
Lebih lanjut Akbar menjelaskan bahwa amnesti pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.
"Menariknya, dalam beberapa minggu terakhir kita menyaksikan para peserta pengampuan pajak yang secara terbuka tampil ke publik, dan bahkan memberikan pernyataan-pernyataan ke media massa, seolah-olah mereka para pahlawan yang baru saja melaksanakan tugas suci demi bangsa dan negara," ujar Akbar.
Sidang uji materi UU Amnesti Pajak ini meliputi empat perkara yang dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.
Seluruh pemohon menilai bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini bersifat diskriminatif bagi seluruh warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. (WDY)