Denpasar (Antara Bali) - Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang disalurkan perbankan di Provinsi Bali sedikit meningkat menjadi 2,06 persen pada triwulan IV-2015 jika dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya hanya 1,89 persen.
"Namun rasio kredit bermasalah yang disalurkan perbankan di Provinsi Bali masih relatif aman karena terjaga di bawah lima persen," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Dewi Setyowati, di Denpasar, Selasa.
Dalam laporan kajian ekonomi regional Bali, ia mengakui, penyaluran kredit bank umum pada triwulan IV-2015 melambat seiring dengan semakin selektif perbankan dalam penyaluran kredit akibat masih belum membaik permintaan global dan dunia usaha.
Berdasarkan jenis penggunaan, share kredit modal kerja masih yang terbesar mencapai 38,98 persen dari total kredit sebesar Rp24,5 triliun atau tumbuh sebesar 7,72 persen (yoy), sedikit lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 7,89 persen (yoy).
Sedangkan share kredit investasi pada triwulan IV 2015 mencapai 23,21 persen dari total kredit, yaitu sebesar Rp14,5 triliun atau tumbuh sebesar 8,83 persen (yoy).
Pertumbuhan ini lebih rendah dibanding triwulan III 2015 yang tumbuh sebesar 12,66 persen (yoy).
Dewi Setyowati menambahkan, kondisi tersebut seiring dengan perlambatan pertumbuhan kinerja investasi swasta yang masih tumbuh terbatas di Provinsi Bali.
Pada sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi dengan share 37,81 persen atau meningkat dari 12,53 persen (yoy) menjadi 12,86 persen (yoy) pada triwulan IV 2015 dengan nominal sebesar Rp23,76 triliun.
Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi didorong oleh mulai pulih daya beli masyarakat di Provinsi Bali.
Berdasarkan kategori ekonomi, dalam beberapa tahun terakhir kredit yang disalurkan terkonsentrasi pada pelaku usaha kategori perdagangan besar dan eceran.
Sedangkan kepada pengusaha yang bergerak di sektor pariwisata yakni penyediaan akomodasi dan makan minum, menikmati pinjaman perbankan 10.27 persen, dan share kredit kategori perdagangan besar dan eceran mencapai 31,46 persen, ujar Dewi Setyowati. (WDY)