Denpasar (Antara Bali) - Rasio kredit bermasalah atau biasa dikenal dengan Non Performing Loan (NPL) di Bali masih terjaga di bawah lima persen, yakni 1,91 persen triwulan II 2015, namun besarannya itu menunjukkan peningkatan jika dibandingkan triwulan sebelumnya 1,34 persen.
"Rasio kredit perbankan yang disalurkan kepada pengusaha di daerah ini dikatagorikan bermasalah meningkat, tetapi masih jauh dibawah lima persen, artinya masih terjaga dengan baik," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Selasa.
Ia juga menyebutkan, berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatat NPL tertinggi, yakni sebesar 3,95 persen pada triwulan II-2015. Sementara itu rasio NPL modal kerja dan konsumsi tercatat sebesar 1,99 persen dan 0,55 persen.
Menyinggung masalah penyaluran kredit bank umum pada triwulan II 2015, pimpinan bank tersebut menyebutkan masih melanjutkan tren perlambatan pertumbuhan seiring dengan perlambatan perekonomian Provinsi Bali di triwulan II 2015.
Selain itu, perlambatan pertumbuhan kredit Provinsi Bali yang sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit nasional ini juga disebabkan oleh tren peningkatan suku bunga bank yang berlaku belakangan ini.
Kondisi tersebut diperparah dengan penurunan daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan harga BBM dan tarif tenaga listrik beberapa waktu yang lalu.
Setyowati dalam kajian ekonomi regional Provinsi Bali melaporkan bahwa berdasarkan jenis penggunaan, sebagian besar kredit yang disalurkan digunakan sebagai modal kerja dengan share mencapai 39,76 persen dari total kredit triwulan II 2015.
Kredit modal kerja tercatat Rp23,76 triliun, tumbuh 11,62 persen (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,77 persen (yoy).
Kredit investasi triwulan II 2015 mencapai Rp13,8 triliun, memiliki share sebesar 23,21 persen dari total kredit.
Kredit investasi triwulan II-2015 mampu tumbuh sebesar 16,62 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 20,04 persen (yoy). Pertumbuhan kredit investasi tertahan seiring dengan ketidakpastian pasar yang cenderungmenghambat keputusan investasi.
Sementara kredit konsumsi tumbuh stabil dari 12,70 persen (yoy) pada triwulan I 2015 mencapai 12,73 persen (yoy) dengan nominal sebesar Rp22,13 triliun pada triwulan II 2015.
Kredit kategori perdagangan besar dan eceran memiliki share sebesar 31,36 persen, sedikit lebih besar dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 30,99 persen. Kredit terbesar selanjutnya adalah kategori penyediaan akomodasi dan makan minum dengan share mencapai 10,77 persen. (WDY)