Timika (Antara Bali) - PT Freeport Indonesia memohon kepada tokoh
masyarakat Papua untuk mengawalnya di tengah kondisi politik di Jakarta
yang dinamis berkaitan dengan menjelang habisnya masa kontrak karya
perusahaan di Indonesia itu pada 2021.
"Tolong kawal kami sebagai keluarga besar," kata Presiden Direktur
PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin ketika memberikan sambutan pada
acara Ramah Tamah Manajemen PTFI Bersama Stakeholder (pemangku kepentingan) di Rimba Papua Hotel di Timika, Sabtu.
Maroef mengatakan, saat ini banyak orang-orang di luar Papua yang
menunjukkan seolah-olah lebih mengetahui dan mengenal Papua, khususnya
Freeport.
Padahal, ia menilai, yang paling mengetahui dan mengenal masalah
Freepot adalah masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang ada di
sekitar area pertambangan, seperti suku Amungme dan Kamoro.
"Orang-orang yang ribut di Jakarta tidak akan merasakan dampak jika
perusahaan ditutup. Tapi, masyarakat Papua yang merasakannya," katanya.
Maroef mengajak masyarakat Papua untuk menggunakan akal dan hati secara paralel berkaitan dengan pengelolaan Freeport.
"Freeport tidak akan berjalan sendiri, tapi jalan bersama tokoh masyarakat Papua," katanya.
Ia juga mengajak masyarakat Papua untuk lebih memikirkan masa depan
anak-anak Papua selagi masih ada kontribusi Freeport dalam pembangunan
masyarakat di sekitar pertambangan.
"Pikirkan anak cucu. Jangan kita hanya bertengkar. Jika ada masalah yang belum terselesaikan, mari kita bicarakan," katanya.
Ia mengingatkan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Oleh karena
itu, ia minta agar kontribusi Freeport kepada masyarakat digunakan
untuk mempersiapkan generasi mendatang misalnya melalui pendidikan dan
kesehatan.
Sementara itu, sejumlah pemangku kepentingan yang hadir salam ramah
tamah itu menyatakan mendukung Freeport mendapatkan perpanjangan kontrak
di Papua.
Mereka mengatakan, akan mengirimkan surat dukungan itu ke
pemerintah baik daerah dan pusat serta pihak-pihak yang selama ini
selalu membicarakan masalah Freeport.
Ketua Forum MoU dari suku Amungme, Yopi Kilangin ,mengatakan bahwa
mereka masih menginginkan supaya Freeport tetap melanjutkan kontrak.
Jika memang masih ada permasalahan antara masyarakat dengan
perusahaan seperti masalah hak ulayat lahan dan kompensasi, maka ia
setuju hal itu diselesaikan secara kekeluargaan.
"Kami harap kita bicara lebih terbuka dan detil langsung dengan
orang yang punya hak, yakni kami dari suku Komoro dan Amungme," katanya.
Pimpinan Lembaga Masyarakat Adat Kamoro (Lemasko) Mariamus
Maknaipeku mengatakan, mereka masih membutuhkan Freeport tetap di Papua
karena perusahaan itu berkontribusi dalam pembangunan perekomomian,
kesehatan dan pendidikan.
Namun, ia minta agar masyarakat adat yang ada di sekitar lokasi
pertambangan tidak hanya dijadikan sebagai penonton, tapi sebagai
pelaku.
Adapun sesepuh masyarakat adat A. Allo Rafra minta berbagai pihak,
agar berhenti membicarakan Freepot jika tidak mengetahui masalah apa
yang terjadi dan sejarahnya.
"Kembalikan masalah Freeport ke pemerintah dan masyarakat adat," katanya. (WDY)
Freeport Mohon Dikawal Tokoh Masyarakat Papua
Sabtu, 26 Desember 2015 21:50 WIB