Singaraja (ANTARA) - Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia. Bali memang menawarkan keindahan alam yang luar biasa, mulai dari pantai berpasir putih hingga pegunungan hijau yang memukau. Pulau Dewata ini juga memiliki daya tarik pesisir memesona seperti Pantai Kuta, Tanah Lot, Sanur, dan banyak lagi lainnya.
Tak pelak, Pulau Seribu Pura ini menjadi surga bagi wisatawan yang mencari pengalaman tak terlupakan.
Namun, keindahan alam Bali juga menyimpan potensi risiko, salah satunya adalah ancaman bencana tsunami. Mengingat pulau "mungil" ini berada di cincin api Pasifik dan dekat dengan zona subduksi tektonik aktif. Ancaman ini menjadikan kesiapsiagaan bencana sangat penting untuk melindungi masyarakat lokal dan wisatawan yang datang ke Bali.
Salah satu desa di Bali yang siaga terhadap bencana tsunami adalah Desa Pengastulan di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Desa ini terletak di pesisir utara Pulau Bali. Pengastulan menjadi salah satu desa yang diprioritaskan sebagai kawasan siap siaga tsunami di Tanah Air.
Desa Pengastulan secara tipologi berada sangat dekat dengan pesisir pantai Bali utara dengan potensi intensitas gempa cukup tinggi. Sejarah mencatat bahwa gempa besar pernah melanda desa ini pada 1976 silam. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) pun mencatat pernah terjadi gempa-gempa kecil hampir setiap tahun pascagempa besar itu.
Data BMKG itu memberikan gambaran bahwa Pengastulan berada di atas sesar aktif yang dikenal sebagai Sesar Seririt. Adapun sesar ini berlokasi tepat di bawah laut utara Buleleng dan berpotensi menyebabkan gempa bumi dan tsunami.
Sekretaris Desa Pengastulan, Muhammad Ali, menjelaskan bahwa upaya Desa Pengastulan dalam upaya mewujudkan kesiapsiagaan bencana tsunami tidak lepas dari sejarah kelam masa lalu yang pernah terdampak gempa bumi cukup parah dengan menelan ratusan korban jiwa. Ia masih ingat betul bagaimana gempa menghancurkan dan meluluhlantakkan bangunan dan rumah dengan sekejap mata.
Pengalaman tersebut menjadi motivasi pemerintah desa dan masyarakat untuk membangun kesadaran dan kemampuan menghadapi ancaman bencana serupa di masa depan. Berbagai program mitigasi telah dilakukan seperti pembentukan Forum Penanggulangan Risiko Bencana (FRB), pelatihan evakuasi, pemasangan rambu jalur evakuasi, serta penyediaan titik kumpul aman di kawasan yang lebih tinggi.
Bukan hanya itu saja, pemerintahan desa terus berupaya menjalin kerja sama penanganan bencana dengan semua pemangku kepentingan yang ada, yang meliputi, BMKG, BPBD, desa adat, dan juga berbagai lintas komunitas yang ada.
Tidak kalah penting, Desa Pengastulan juga menjalin kerja sama dengan desa-desa tetangga untuk memperkuat kesiapsiagaan regional. Pertukaran pengalaman dan pelaksanaan simulasi bersama antardesa menciptakan jaringan solidaritas yang lebih luas dalam menghadapi ancaman bencana. Terlebih, sirine deteksi tsunami terletak di Desa Seririt yang berjarak 2 kilometer dari lokasi desa.
Melalui kerja sama holistik, Desa Pengastulan berupaya membangun sistem kesiapsiagaan yang diakui secara internasional. Pengakuan sebagai Komunitas Siaga Bencana Tsunami oleh UNESCO menjadi bukti nyata bahwa sinergi antar berbagai pihak dapat membawa manfaat besar bagi keselamatan masyarakat. Desa Pengastulan terus berkomitmen menjadikan kolaborasi ini sebagai fondasi utama dalam upaya mengurangi risiko bencana di masa depan.
Raih predikat Komunitas Siaga Tsunami UNESCO
Desa Pengastulan telah resmi dikukuhkan sebagai Komunitas Siaga Bencana pada Simposium 20 Tahun Tsunami Aceh yang berlangsung di Banda Aceh, Provinsi Aceh, pada 11 November 2024. Pengukuhan dilaksanakan oleh Komisi Oseanografi Antarpemerintah (IOC) di bawah naungan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Pengastulan menjadi desa kedua di Pulau Dewata yang mendapatkan predikat Komunitas Siaga Bencana Tsunami dari UNESCO. Sebelumnya, Desa Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, ditetapkan sebagai komunitas yang sama. Artinya, di Bali saat ini baru terdapat dua desa yang memiliki komunitas siaga bencana tsunami.
Pencapaian Desa Pengastulan dalam mewujudkan Komunitas Siaga Bencana Tsunami tidaklah mudah. Pemerintahan Desa Pengastulan bersama masyarakat berupaya keras dengan berbagai program sehingga mampu meraih pengakuan internasional.
Pihak desa terus berkomitmen untuk meningkatkan edukasi dan pemahaman masyarakat tentang bencana, bahkan sejak usia dini, agar mereka siap menghadapi ancaman gempa dan tsunami.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, menjelaskan bahwa sebelumnya verifikasi kesiapan Desa Pengastulan dilakukan oleh UNESCO IOC bersama BMKG pada 25--26 April 2024. Verifikasi bertujuan memastikan masyarakat desa mampu melaksanakan langkah-langkah mitigasi serta memenuhi indikator-indikator tersebut.
Pencapaian tersebut dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi desa-desa lain di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut yang juga memiliki garis pantai terpanjang di Bali mencapai 144 kilometer.
Keberhasilan Desa Pengastulan itu diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk lebih memahami pentingnya mitigasi bencana, khususnya yang berpotensi tsunami.
Desa Pengastulan berhasil meraih predikat tersebut karena telah memenuhi 12 indikator kesiapsiagaan tsunami yang ditetapkan oleh UNESCO. Indikator-indikator ini, antara lain, meliputi pembentukan forum penanggulangan risiko bencana (FRB), pelatihan evakuasi, edukasi masyarakat, serta pelaksanaan simulasi bencana secara rutin.
Butuh detektor canggih tsunami
Desa Pengastulan membutuhkan alat pendeteksi tsunami yang lebih canggih dan modern. Alat-alat yang lebih canggih dan modern seperti tsunami buoy. Alat ini berfungsi mengidentifikasi potensi gelombang tsunami di tengah laut secara langsung. Alat ini terdiri dari dua komponen utama yaitu pressure sensor yang diletakkan di dasar laut untuk mendeteksi perubahan tekanan air akibat pergerakan tektonik, dan floating buoy yang mengirimkan data ke satelit.
Muhammad Ali menjelaskan kebutuhan vital terhadap alat yang lebih canggih karena Desa Pengastulan hanya memiliki waktu emas (golden time) selama 4 menit!
Adapun waktu emas adalah istilah yang merujuk pada waktu kritis atau durasi emas yang tersedia bagi masyarakat untuk melakukan evakuasi setelah menerima tanda-tanda atau peringatan dini tsunami.
Di Desa Pengastulan, durasi singkat untuk evakuasi diri ini menjadi penentu keselamatan warga dari potensi bahaya tsunami yang dapat terjadi akibat gempa bumi di wilayah pesisir.
Jika terjadi gempa besar, gelombang tsunami dari patahan ini dapat mencapai pantai dalam hitungan menit. Oleh karena itu, masyarakat hanya memiliki waktu 4 menit untuk bereaksi dan menuju ke lokasi aman ke daerah lebih tinggi di wilayah Kecamatan Seririt sebelum gelombang menghantam.
Adanya alat yang lebih canggih karena selama ini pihak desa hanya mengandalkan alat sederhana berupa kentongan, pelantang (loud speaker) masjid dan juga jenis pengeras suara lain yang masih tradisional. Jika alat ini digunakan, waktu penyampaian informasi diperkirakan cukup lama dan melebihi 4 menit. Jika model dengan alat sekarang harus menunggu info dari BMKG, baru diinfokan ke pihak desa atau langsung melalui sirine.
Ali pun menyayangkan lokasi sirine yang jaraknya jauh dari desa. Adapun sirine tsunami di daerah itu hanya ada satu yakni diletakkan di lapangan umum Kecamatan Seririt. Jaraknya ke desa 2 kilometer.
Walakin, pihaknya pantang menyerah dengan keterbatasan itu. Pihak desa terus berupaya melaksanakan edukasi dan simulasi secara rutin. Warga diajarkan untuk segera bergerak ke titik aman setelah merasakan gempa besar tanpa menunggu peringatan resmi. Selain itu, Desa Pengastulan telah memasang rambu-rambu jalur evakuasi yang jelas dan menyediakan titik kumpul di area yang lebih tinggi atau jauh dari pantai.
Sistem peringatan dini, seperti sirine di kecamatan atau pesan singkat di aplikasi WhatsApp juga terus berupaya dioptimalkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat dengan lebih cepat. Pengetahuan tentang pentingnya golden time disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak, agar mereka memahami pentingnya bergerak cepat saat waktu kritis tersebut tiba.
Dengan upaya ini, Desa Pengastulan berharap dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan warganya dalam menghadapi ancaman tsunami.
Kontribusi generasi muda
Salah satu peran yang dilakukan oleh generasi muda Desa Pengastulan adalah turut serta dalam berbagai simulasi dan berupaya menyukseskan program kesiapsiagaan bencana di desa tersebut.
Kadek Dandy Kusuma, salah seorang pemuda, menjelaskan bahwa anak muda secara sukarela berpartisipasi pada setiap program kesiapsiagaan bencana yang dilakukan pemerintah desa.
Mereka rutin turut serta dalam simulasi evakuasi tsunami yang melibatkan seluruh warga desa. Simulasi ini tidak hanya melatih kecepatan evakuasi, tetapi juga meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya bergerak cepat dalam waktu emas.
Di era digital, pemuda Desa Pengastulan juga memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang kesiapsiagaan bencana. Mereka siap memberikan dan menyebarkan informasi kebencanaan di desa sehingga dapat diketahui oleh semua pihak.
Dukungan generasi muda terhadap kesiapsiagaan tsunami mendapat apresiasi dari pemerintah setempat. Sekretaris Desa Pengastulan, Muhammad Ali, menyatakan bahwa keterlibatan pemuda sangat penting untuk keberlanjutan program mitigasi bencana.
Semangat para pemuda ini juga didorong oleh pengalaman sejarah. Desa Pengastulan pernah dilanda gempa dan tsunami pada tahun 1976, yang meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat. Generasi muda merasa bertanggung jawab untuk memastikan hal serupa tidak terulang. Mereka percaya bahwa edukasi dan kesiapan adalah kunci untuk melindungi desa dari bencana di masa depan.
Melalui upaya kolektif dan inovatif, generasi muda Desa Pengastulan telah menjadi contoh inspiratif bagi komunitas lainnya. Mereka membuktikan bahwa kesadaran akan bencana harus dimulai sejak usia dini dan melibatkan semua pihak, termasuk anak muda.
Ke depan, mereka berencana memperluas jaringan kolaborasi dengan desa lain yang berada di kawasan pesisir Buleleng. Harapannya, desa-desa lain dapat belajar dari pengalaman Desa Pengastulan dalam menciptakan generasi yang tanggap dan siap menghadapi bencana.
Dengan peran aktif generasi muda, Desa Pengastulan kini tidak hanya diakui sebagai Komunitas Siaga Tsunami oleh UNESCO, tetapi juga sebagai desa yang berhasil menginspirasi banyak pihak melalui sinergi lintas generasi dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kesiapsiagaan bencana tsunami dari Desa Pengastulan Bali