Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika berharap ditetapkannya subak sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak beberapa tahun lalu tidak sebatas menjadi kebanggaan.
"Kami ingin kalau status itu dapat mengangkat kesejahteraan para petani," kata Pastika saat menerima Tim Peneliti dari Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana yang diketuai Prof Wayan Windia di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, tidak ada gunanya jika label yang diberikan hanya jadi sebuah kebanggaan tetapi tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat Bali, sehingga diharapkan persoalan itu bisa mendapat perhatian dari lembaga dunia itu.
Terlepas dari statusnya yang sudah mendapat pengakuan dunia, secara prinsip Pastika mendukung penuh upaya pelestarian lembaga pengairan tradisional ini.
Oleh karena itu, dia menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas penelitian yang dilakukan pihak Universitas Udayana.
Menurut Pastika, upaya pelestarian subak dan komponen budaya lainnya merupakan pondasi dari cita-cita untuk mewujudkan Bali Mandara, Bali yang agung. "Karena itu, upaya untuk melestarikan akar budaya Bali patut kita dukung," imbuhnya.
Hanya saja, dukungan yang diberikan jangan sampai menjadi bumerang dan justru menjadi perusak. Dia mencontohkan, dukungan dalam bentuk uang kerap menjadi ancaman bagi keberlangsungan lembaga tersebut karena tidak mampu dikelola dengan baik.
Pastika berharap ada langkah-langkah lebih strategis untuk menyelamatkan lembaga tradisional sebagai akar budaya Bali ini.
Sementara itu, Tim Peneliti dari Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Wayan Windia mengemukakan sejumlah persoalan yang mengancam keberlangsungan subak, utamanya yang sudah terdaftar sebagai WBD.
Dia menyampaikan saat ini ada 23 subak yang masuk daftar WBD, yakni 20 subak ada di kawasan Jatiluwih, Tabanan dan tiga subak di hulu Tukad Pakerisan, Gianyar.
Dari hasil monitoring, timnya menginvetarisasi sejumlah persoalan yang mengusik keberadaan lembaga pengairan tradisional berbasis budaya tersebut. Salah satu persoalan yang sedang hangat adalah rencana pembangunan lahan parkir yang memanfaatkan lahan sawah produktif di kawasan Jatiluwih.
Padahal, kata Windia, hal tersebut bertentangan dengan "operational guidelines" UNESCO yang mengamanatkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan harus mendapat nota catatan dari lembaga dunia tersebut. "Perkembangan terakhir, tercapai kesepakatan untuk men-statusqou-kan rencana pembangunan itu," ujarnya
Selanjutnya, Windia juga mohon perhatian para pemangku kepentingan untuk memberi perhatian terhadap kesejahteraan para petani yang memegang peran paling penting dalam menjaga keberlangsungan subak.
"Sebab, tanggung jawab yang harus diemban oleh para petani sangat berat. Selain masalah kesejahteraan, mereka juga masih harus menanggung beban pajak dan kendala operasional seperti keterbatasan air," ucapnya.
Dia pun memberi sejumlah masukan bagi Pemprov Bali terkait upaya menjaga kelestarian subak WBD. Pemerintah diharapkan memberi perhatian lebih serius bagi upaya peningkatan kesejahteraan para petani melalui kegiatan pendampingan agar ada kegiatan ekonomis namun tak merusak tatanan keberadaan subak.
Selain itu, Windia juga menyarankan agar bantuan pada subak tidak diberikan sama rata karena tiap subak memiliki jumlah anggota berbeda.
Dalam upaya pelestarian subak, Windia juga mendukung keberlanjutan program lomba. Hanya saja, dia berharap agar dalam pelaksanaannya tak menonjolkan kegiatan seremonial yang memberatkan petani.
Pastika menyatakan berkomitmen untuk mengakomodasi harapan dari tim peneliti. Hanya saja, pelaksanaannya tetap harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam kesempatan itu, Pastika didampingi Plt Karo Humas Pemprov Bali I Ketut Teneng Kadis Pertanian Ida Bagus Wisnuardhana dan Kadis Kebudayaan Dewa Putu Beratha.(APP)
Status Subak Wbd Bukan Sebatas Kebanggaan
Jumat, 25 September 2015 13:46 WIB