Denpasar (Antara Bali) - Sebanyak 12 dekan fakultas pertanian, peternakan dan kedokteran hewan perguruan tinggi negeri dan swasta (PTN dan PTS) di Bali akan menandatangani pernyataan bersama.
"Penandatanganan bersama dikoordinasikan Pusat Penelitian subak Universitas Udayana untuk memohon kepada pemerintah Provinsi Bali maupun kabupaten/kota agar ada strategi yang jelas untuk membangkitkan sektor pertanian," kata Ketua Pusat Penelitian Subak Unud Prof. Dr. Wayan Windia di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, dalam penandatangan bersama itu juga ikut serta Himpunan Kontak Tani Nelayan Andalan (HKTI) dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap nasib petani dan kelangsungan sektor pertanian.
"Rasa kebersamaan dan kepedulian itu muncul atas dasar peduli dan prihatin terhadap nasib petani dan sektor pertanian yang hingga kini masih tertinggirkan," ujar Windia.
Padahal pembangunan sektor pertanian dan upaya menjaga kelangsungan organisasi pengairan tradisional bidang pertanian (subak) di Bali sangat penting sebagai upaya melestarikan budaya dan mengentaskan kemiskinan di kalangan petani di daerah ini.
Kehidupan dan tingkat kesejahteraan petani di Bali selama ini masih rendah yang perlu perhatian serius dari semua pihak. Kondisi tersebut tercermin dari nilai tukar petani (NTP) subsektor pertanian tahun 2014 turun sebesar 1,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
NTP Bali kini sebesar 104,58 persen yang berarti nilai produk pertanian adalah 104,58, sementara pengeluaran petani 100, sehingga pendapatan petani sangat rendah.
Pendapatan petani Bali hanya sedikit di atas 100, ditunjang oleh nilai pendapatan di sektor hortikultura, sementara sumbangan tanaman pangan kurang dari 100.
Windia menjelaskan, hal itu menandakan bahwa petani di sektor pertanian tanaman pangan kini dalam kondisi merugi, sehingga wajar petani dalam aktivitasnya itu perlu mendapatkan bantuan berupa subsidi dan proteksi, sehingga petani tidak menjual sawahnya.
"Jika sampai petani menjual sawah akan mengakibatkan subak menjadi punah serta budaya Bali akan goyah dan hancur," ujar Windia.
Pada sisi lain seirama pertumbuhan perdagangan hotel dan restoran di atas delapan persen pada tahun 2014, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sawah di Bali berkurang rata-rata 750 hektare per tahun.
Sebelumnya sawah di Bali menyusut akibat alih fungsi lahan 400 hektare per tahun, namun dalam kurun waktu 2005-2009, sawah di daerah ini sempat berkurang rata-rata lebih dari 1000 ha/tahun.
Sementara sawah terus berkurang, maka petani juga terus menurun. Pada tahun 2014 petani di Bali tercatat 528.506 orang, yakni turun sebesar 61.663 orang atau 10,45 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (WDY)