Denpasar (Antara Bali) - DPRD Provinsi Bali membahas kembali Rancangan Peraturan Daerah tentang Arahan Peraturan Zonasi dengan meminta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah setempat menyampaikan substansi raperda tersebut.
"Tadi sudah dilakukan rapat koordinasi dengan Bappeda Bali guna diminta memaparkan secara substansi yang berkaitan dengan Raperda APZ," kata anggota Panitia Khusus Raperda APZ DPRD Bali Ketut Kariyasa Adnyana di Denpasar, Selasa.
Raperda tersebut pernah dibahas anggota DPRD Bali periode 2009-2014. Namun karena ada materi penting yang belum dibahas, maka pembahasan raperda tersebut dihentikan seiring masa berakhirnya anggota DPRD periode 2009-2014.
Menurut Kariyasa Adnyana, ada pasal yang cukup krusial mengenai batas wilayah kesucian pura, termasuk juga pengertian dari "alas angker" (hutan keramat) seperti yang terdapat di sekitar Pura Uluwatu, Kabupaten Badung.
"Jadi permasalahan mengenai batas pura dan pengertian `alas angker` yang berada dekat dengan Pura Kahyangan Jagat Uluwatu. Karena itu dalam pembahasan ini juga melibatkan lembaga umat tertinggi, PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia)," ujar politikus PDIP dari daerah pemilihan Kabupaten Buleleng itu.
Fatwa PHDI menjadi dasar Raperda APZ. Padahal dalam Perda Nomor 16/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali sudah dijabarkan, baik mengenai batas kesucian pura kahyangan maupun kawasan penunjang pura tersebut.
"Perda APZ tersebut juga diharapkan pemerintah kabupaten dan kota memberikan masukan karena implementasi Perda APZ penerapannya ada di daerah," ucapnya.
Menurut dia, Perda APZ dapat memberikan arahan kepada pemerintah daerah dalam menegakkan aturan zonasi. "Oleh karena itu, daerah lah yang paling tahu mengenai batas-batas sesuai dengan `bhisama` (fatwa) PHDI`, termasuk apakah ada usulan perubahan dalam penetapan zona di masing-masing kabupaten yang sesuai dengan kondisi saat ini," kata Kariyasa. (WDY/adv)