Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menargetkan produksi garam yang dihasilkan para petani garam di daerah itu selama 2015 dapat mencapai sekitar 5.900 ton.
"Kami tidak menargetkan terlalu tinggi karena untuk bisa meningkatkan produksinya tidak bisa terlalu banyak di tengah kondisi lahan yang cenderung menyempit," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Made Gunaja di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, rata-rata jumlah produksi garam di Bali pada tahun-tahun sebelumnya sekitar 4.600 ton dengan daerah penghasilnya di Kabupaten Jembrana, Buleleng, Karangasem dan Klungkung.
Gunaja mengatakan dengan produksi garam 4.600 ton itu sebenarnya tidak mencukupi kebutuhan garam di Bali, karena selama ini banyak didatangkan dari Pulau Madura jenis garam krosok dengan harga perkilogram Rp500.
"Selain untuk konsumsi, kebutuhan garam di Bali cukup tinggi juga untuk usaha pemindangan. Namun itu belum bisa dipenuhi," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk meningkatkan produksi garam di Pulau Dewata ada sejumlah hambatan, diantaranya karena faktor musim. Petani garam dalam setahun itu maksimal bisa memproduksi hanya selama enam bulan.
Di sisi lain dihadapkan pada tantangan alih fungsi lahan pertanian garam menjadi fasilitas pariwisata, seperti contohnya di daerah Amed, Kabupaten Karangasem, yang pada akhirnya menyebabkan produksi garam menjadi tidak konsisten.
Justru yang bisa dilakukan, lanjut Gunaja, adalah dengan meningkatkan kualitas garam melalui upaya pemurnian kembali seperti yang dilakukan para petani garam di Karangasem.
"Di sana jenis garam krosok dimurnikan kembali yakni dengan cara dijemur, dicuci, dan dihancurkan lagi serta dijemur lagi. Garam yang telah dimurnikan bisa untuk garam spa dengan harga perkilogramnya Rp25 ribu. Sebelum dimurnikan, harga garam krosok perkilogramnya hanya Rp800," ucapnya.
Jadi, kata Gunaja, meskipun dari sisi volume menurun, tetapi bisa disiasati dengan peningkatan nilai jual garam sehingga petani garam dapat lebih sejahtera. (WDY)