Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menyatakan bahwa penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai mendongkrak ekonomi di Pulau Dewata yang diproyeksikan hingga triwulan pertama 2015.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi Setyowati di Denpasar, Minggu, menjelaskan bahwa kebijakan yang diambil Pemerintah Pusat terkait penurunan harga BBM jenis bensin dan solar, gas elpiji dan harga semen dinilai merupakan langkah yang tepat dan akomodatif bagi perekonomian Bali.
"Penurunan keempat komoditas yang secara umum relatif besar dan signifikan dikonsumsi oleh masyarakat Bali diyakini akan memberikan sumbangan terhadap terjaganya stabilitas harga dan memberiikan andil terhadap kemungkinan terjadinya deflasi pada Januari 2015," ucap Dewi.
Presiden Joko Widodo pada Jumat (16/1) mengumumkan penurunan empat komoditas tersebut yang ulai berlaku pada Senin (19/1).
Khusus untuk Pulau Dewata, harga BBM memiliki harga yang berbeda dibandingkan harga di daerah lain di Tanah Air yakni untuk bensin jenis premium mencapai Rp7.000 per liter dan solar Rp6.400 per liter.
Hal tersebut disebabkan karena Bali menerapkan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen.
Pihaknya memperkirakan kontribusi penurunan harga atau deflasi dari keempat komoditas tersebut terhadap pembentukan laju inflasi Januari 2015 di dua kota besar di Pulau Dewata yakni di Denpasar sebesar minus 1,37 persen dan Singaraja sebesar minus 1,03 persen.
Dewi mengungkapkan bahwa diperkirakan penurunan harga keempat komoditas tersebut akan memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali dalam kisaran 0,1 persen.
Bank sentral itu mencatat penurunan harga BBM dan gas elpiji akan membawa dampak ikutan berupa penyesuaian barang dan jasa lainnya.
Seperti sektor transportasi yang mengadopsi bahan bakar sebagai komponen terbesar biaya operasional diharapkan menyesuaikan melalui penurunan tarif angkutan secara proporsional.
"Begitu pula restoran dan rumah makan yang memakai gas elpiji sebagai bahan bakar untuk memasak akan memiliki ruang penyesuaian tarif menu akibat turunnya biaya,"imbuhnya.
Sementara itu dampak lanjutan berikutnya, lanjut Dewi, untuk distribusi bahan makanan dan makanan jadi yang memerlukan biaya angkut, juga berpeluang menyesuaikan harga akibat turunnya biaya angkut.
"Kondisi penyesuaian tarif angkutan dan harga barang lainnya akan tergantung pada realitas yang dihadapi oleh pedagang, sehingga harga barang milik pedagang dapat diturunkan," katanya.
BI Bali mencatat bagi rumah tangga, turunnya harga barang akan memberikan ruang tambahan untuk pemindahan alokasi pengeluaran ke konsumsi barang dan jasa lainnya ataupun menabung sehingga diharapkan mampu menggerakkan pertumbuhan konsumsi lebih tinggi.
Sedangkan dari sisi pengusaha, akan terjadi penurunan ongkos transportasi yang berarti turunnya biaya produksi sehingga pengusaha memiliki peluang menurunkan harga jual.
"Selanjutnya dengan naiknya konsumsi rumah tangga dan turunnya biaya produksi, kami perkirakan pengusaha akan memperoleh peluang untuk meningkatkan jumlah produksi," katanya. (WDY)