Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan bahwa apabila pengenaan pajak bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor (PBBKB) yang saat ini mencapai 10 persen diturunkan, bisa memengaruhi berkurangnya pendapatan daerah.
Mantan Kepala Polda Bali itu ditemui di sela-sela Podium Bali Bebas Bicara di Renon, Denpasar, Minggu, mengungkapkan bahwa pengenaan PBBKB sebesar 10 persen tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah yang sama-sama mengenai Retribusi dan Pajak.
"Kalau kita mau merubah itu (besaran pajak) ya harus dirubah lagi (Perda), turunkan lagi (besaran pajak) tidak apa-apa, tetapi potensi pendapatan daerah turun," katanya.
Ia menjelaskan bahwa hal tersebut harus dirundingkan lagi antara eksekutif yakni pemerintah dengan legislatif yakni wakil rakyat di DPRD karena baik besaran pajak dan pendapatan daerah (APBD) disusun bersama kedua lembaga itu.
Pastika mengaku mendengarkan setiap aspirasi masyarakat terkait pengenaan PBBKB lebih tinggi dari beberapa daerah lain di Indonesia itu namun ia mengingatkan bahwa potensi penurunan pendapatan daerah juga signifikan yang berimplikasi terhadap pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat umumnya.
"Kami dengar kalau ada begitu (keluhan masyarakat). Kita rundingkan lagi dengan DPRD. Kalau dikurangi (besaran pajak), APBD akan berkurang. Kalau APBD provinsi berkurang, maka APBD kabupaten/kota juga berkurang karena itu (anggaran) dibagi. Akibatnya begitu," ucap Pastika.
Orang nomor satu di jajaran Pemprov Bali itu menegaskan bahwa pendapatan dari pajak tersebut sudah masuk rencana pendapatan yang dibahas jauh-jauh hari sebelum ditetapkan untuk tahun berikutnya bersama dengan pemerintah dan DPRD.
Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali Wayan Suarjana menambahkan bahwa selain Bali, beberapa daerah lain juga menerapkan pajak BBM sebesar 10 persen seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Riau.
Sedangkan daerah lain di luar lima provinsi itu menerapkan lima persen PBBKB.
Ia menambahkan sebagian besar pendapatan di Pemerintah Provinsi Bali berasal dari pemasukan pajak karena memang Pulau Dewata tidak memiliki potensi sumber daya alam yang besar seperti pertambangan dan batu bara.
Pajak tersebut yakni pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.
Sedangkan pajak dari sektor pariwisata dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Bali ini masih memubutuhkan perbaikan karana pendapatan itu digunakan untuk pembangunan baik infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan," ucapnya.
Pemerintah pusat sebelumnya menurunkan harga BBM jenis premium dan solar. Untuk jenis premium misalnya dari harga per liter Rp8.500 menjadi Rp7.600 per liter.
Namun mengingat Bali menerapkan pajak PBBKB sebesar 10 persen maka harga premium di Pulau Dewata mencapai Rp7.950 per liter. (WDY)