Gianyar (Antara Bali) - Bertepatan dengan Hari Raya Tumpek Wayang, Sabtu (4/9), para dalang di Bali mempersembahkan sesajen untuk wayangnya, dengan tujuan menghormati dewanya wayang, yakni Dewa Iswara.
"Sudah menjadi tradisi turun temurun para dalang mempersembahkan sesajen bagi wayangnya yang sering dipertunjukkan kepada penonton," kata I Made Juanda, salah seorang dalang asal Banjar Babakan, Sukawati, Gianyar, Sabtu.
Ia mengatakan, maksud dan tujuan persembahan sesajen itu untuk memohon anugerah kepada Dewa Iswara. "Tujuannya untuk memohon keselamatan dan sekaligus agar ketika dipentaskan, wayang itu mampu menawan hati penonton," jelasnya.
Seluruh jenis wayang, kata Juanda yang sudah sejak tahun 1978 menekuni dunia dalang, dikeluarkan atau diambil dari keropak/boksnya. "Kemudian wayang itu ditempatkan pada bale (balai) dan saat bersamaan dipersembahkan sesajen," katanya.
Setelah dipersembahkan sesajen, jelas Juanda, kemudian wayang itu dipuja oleh keluarga. Pemujaan biasanya dilakukan sore hari.
Sementara Ida Bagus Putu Sudarsana, yang dikenal sebagai penekun lontar mengatakan, pada Hari Raya Tumpek Wayang umat Hindu di Bali biasanya mempersembahkan pandan berduri (sesuwuk) yang diikat benang tiga warna atau "tri datu", yakni hitam, putih, merah.
Persembahan atau sesajen itu biasanya ditempatkan di depan rumah masing - masing warga.
Maksud dari pesembahan itu, kata Sudarsana seperti dikutip dalam lontar Sundarigama, untuk mengembalikan kala (waktu) di posisinya semula, yakni di depan pintu gerbang rumah. "Kalau posisi waktu itu benar secara otomatis manusia tak diganggu oleh waktu itu," jelasnya.
Ia mengatakan sebelum persembahan pandan berduri itu dilakukan di depan pintu gerbang rumah, pada Jumat (3/9) malam, pandan berduri (sesuwuk) yang dipotong dengan panjang 5 sentimeter itu diolesi kapur sirih berbentuk tampak dara (silang). Pandan berduri itu ditempatkan sebanyak bangunan suci yang ada di rumah.
Selain diolesi kapur sirih, daun pandan tersebut dialasi dengan sebuah nyiru kecil (sidi) serta diisi juga sebuah takir (tempat sesajen) berisi kapur sirih dan benang "tri datu" sepanjang dua jengkal, lengkap dengan canang sari. "Di dalam sidi diisi sebuah takir lagi lengkap dengan "tri ketuka" atau tiga unsur tumbuh-tumbuhan (mesui, kesuna, jangu) yang telah digerus," jelasnya.
Setelah dipersembahkan di masing-masing bangunan suci, keesokan harinya pandan itu diambil serta dipersembahkan kembali di depan rumah. "Maksud dan tujuan proses persembahan pandan berduri dengan tiga warna itu adalah untuk menetralisir kekuatan jahat sebelum merayakan Hari Raya Tumpek Wayang," jelasnya. (*)