Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Partai Nasional Demokrat
(Nasdem), OC Kaligis mendaftarkan gugatan UU Pilkada ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
"Permohonan kami sudah diterima dengan No.1314/PAN.MK/IX/2014 oleh
Agusniwan Etra petugas MK," kata OC Kaligis di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, pihaknya mengajukan permohonan uji meteriil Pasal 2
UU tentang Pilkada terhadap UUD 1945 atas nama dan untuk kepentingan
Partai Nasdem.
Menurut dia, UU Pilkada 2014 terutama pada pasal 2 terhadap UUD
1945 merupakan bukti kemunduran kwalitas demokrasi, pengabdian terhadap
prinsip negara hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Merujuk pada ahli hukum kenamaan Gustav Radburch bahwa hukum tidak
hanya bicara kepastian hukum, tetapi tidak hanya bicara nilai keadilan
tetapi secara sosiologis harus dirasakan manfaatnya.
"Manfaat yang dirasakan kepada masyarakat harus memenuhi kearifan
lokal sehingga ada hubungan hak dan kewajiban konstitusional antara
pemilih (rakyat) dengan pemimpin (eksekutif)," katanya.
Dia mengatakan, ada adagium bahwa "Yang memilih mempunyai hak
meminta pertanggungjawaban kepada yang dipilih dan yang dipilih
mengemban kewajiban memberikan pertangungjawaban kepada yang memilih."
Kaligis mengatakan, penyelengaraan negara dibutuhkan cek dan
keseimbangan tidak hanya secara vertikal maupun horizontal namun
pengawasan secara langsung dari rakyat.
Rakyat dengan hak konstituen untuk memilih yang tidak hanya
difungsikan memilih pemimpin eksekutif tetapi juga dapat memberikan
sanksi untuk tidak memilihnya pada periode berikutnya bila berbagai
kebijakan yang dilakukan tidak sesuai dengan manfaat yang dirasakan
rakyat.
Dalam negara hukum yang demokratis, katanya, salah satu pilar yang
sangat penting adalah perlindungan dan penghormatan terhadap HAM.
Keberadaan UU Pilkada yang disyahkan DPR RI pada 25 September 2014
telah banyak menerima kritik dan penolakan dari berbagai pihak.
Kontroversi dan penolakan tersebut menunjukan bahwa UU Pilkada adalah yang bermasalah dari segi muatan subtansinya.
Sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD jelas bertentangan
dengan prinsip kedaulatan rakyat dan mengabaikan konstitusional setiap
warga negara untuk memiliki kesempatan yang sama di dalam memajukan diri
di pemerintahan.
Sebelumnya, Ketua MK Hamdan Zoelva mengakui ditelepon Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono terkait disahkan UU Pilkada oleh DPR.
Hamdan mengungkapkan presiden merasa kecewa terhadap pengambilan
keputusan di rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU Pilkada yang
mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
Atas kekecewaan presiden tersebut, kata Hamdan, dirinya
menyampaikan kepada presiden bahwa praktik ketatanegaraan Indonesia
bahwa proses persetujuan didahului oleh pendapat DPR melalui
fraksi-fraksinya dan dilanjutkan sambutan dari pemerintah.
"Saya memberikan satu contoh UU Pengesahan Kepulauan Riau yang pada
saat itu Ibu Megawati tidak setuju dan prinsipnya tidak memberikan
tanda tangan untuk mengesahkan UU itu, tetapi berdasarkan pasal 20 ayat
(5) UUD ditandatangan atau tidak UU itu otomatis berlaku," kata
Hamdan. (WDY)
Nasdem Daftarkan Gugatan UU Pilkada
Senin, 29 September 2014 20:58 WIB