Denpasar (Antara Bali) -Tumpek wayang", hari baik dalam kalender Bali untuk melaksanakan kegiatan ritual, bermakna menghormati wayang kulit agar tetap mempunyai "Taksu" (kharisma), sesuai watak dalam pementasan.
Dalang wayang kulit di Bali pada hari baik yang jatuh pada tumpek wayang setiap 210 hari sekali itu wajib melaksanakan ritual dengan menghaturkan bebantenan (rangkaian janur), ibarat memperingati hari kelahiran.
Dewa Putu Sugeriwa, pria kelahiran Banjar Delodan, Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, 1 Maret 1938 atau 76 tahun yang silam, pada masa jayanya senantiasa mendapat pesanan pentas, dalam kaitan untuk kelengkapan ritual keagamaan umat Hindu.
Mantan Bupati Buleleng Putu Bagiada mengaku pernah tiga kali mengundang dalang Dewa Putu Sugeriwa pertama pada bulan Juli 2002 dengan mementaskan lakon berjudul "Raja Suya".
Menyusul yang kedua pada pada bulan Juli 2004 dengan lakon berjudul "Mahahayu jagat", tema cerita mencegah konflik memupuk rasa persatuan dan kesatuan demi kesejahteraan bersama.
Pentas yang ketiga pada bulan Agustus 2007 dengan judul "Pateket Berata" yang mampu menarik perhatian masyarakat untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit tersebut.
Kehidupan sosok pria sederhana itu memang tidak bisa dipisahkan dengan seni, khususnya, dalang, gender dan wayang kulit yang digelutinya sejak usia remaja hingga sekarang dalam usia 76 tahun.
Suami dari Ni Ketut Suratmi pernah pentas di banjar-banjar yang tersebar pada tujuh kecamatan dari sembilan kecamatan di Kabupaten Buleleng, Bali utara, kecuali Kecamatan Tejakula dan Kecamatan Kubu Tambahan.
Dewa Putu Sugeriwa berkat dedikasi, prestasi dan pengabdiannya dalam bidang seni pewayangan kini masuk nominasi penerima penghargaan pengabdi seni bertepatan dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXVI tahun 2014.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika menuturkan, tim yang melakukan seleksi terhadap sejumlah calon penerima penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu beranggotakan utusan dari instansi terkait.
Pemerintah kabupaten/kota di Bali telah mengusulkan sejumlah senimannya yang dinilai mempunyai prestasi dan pengabdian dalam bidang seni dan budaya yang menonjol pada masanya.
Dengan demikian tim tingkat provinsi menyeleksi mana-nama yang telah diusulkan oleh masing-masing kabupaten/kota, didasarkan atas prestasi, dedikasi, dan pengalaman dalam bidang memajukan seni budaya di Bali, khususnya di daerah kabupaten/kota bersangkutan.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali menyediakan sejumlah dana untuk seniman pengabdi seni sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya mamajukan seni dan budaya di Pulau Dewata.
Penghargaan berupa bantuan dana kepada sembilan seniman pengabdi seni dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali akan diserahkan di sela -sela kegiatan PKB yang berlangsung sebulan penuh sejak dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 13 Juni lalu hingga 12 Juli 2014.
Pentas di hotel
Dewa Putu Sugeriwa juga pernah pentas di sejumlah hotel yang penikmatnya kebanyakan wisatawan mancanegara, sehingga harus menyelinginya dengan menggunakan bahasa Inggris.
"Yang paling mengesankan pernah tiga kali pentas di rumah jabatan Bupati Buleleng dan sekali di rumah bupati Jembrana," tutur ayah dari empat putra-putri itu.
Keempat putra-putrinya terdiri atas Dewa Made Ragawa, Desak Komang Ekartika Iriani, Desak Tutut Endang Damayanti dan Dewa Gde Pustaka itu memang memiliki sanggar pedalangan yang diberi nama Sanggar Pedalangan Ksatrya Bagwa Dharma.
Sejumlah anggota sanggar ada yang melanjutkan pendidikan ke Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar sehingga memiliki keahlian khusus memainkan wayang maupun instrumen gender untuk mengiringi pementasan wayang kulit.
Keterampilan sebagai dalang wayang kulit yang diwarisi itu mengantarkan dirinya mampu pentas menghibur masyarakat di berbagai desa di wilayah Kabupaten Buleleng.
Seniman dalang wayang kulit yang digelutinya selama hampir setengah abad hingga sekarang itu pernah meraih prestasi gemilang, antara lain anugrah seni Wija Kusuma dari Pemkab Buleleng. (WDY)