Denpasar (Antara Bali) - Kalangan DPRD Kota Denpasar mengusulkan aturan Kawasan Terbatas Merokok di tempat-tempat tertentu termaktub dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok.
"Yang dimaksudkan dengan kawasan terbatas merokok adalah di tempat umum diperbolehkan merokok di tempat yang sudah disediakan. Hal ini karena kami melihat di tempat-tempat umum seperti pasar dan terminal akan sulit sekali untuk menihilkan orang merokok dan menjual rokok," kata Hilmun Nabi, anggota DPRD Kota Denpasar, Selasa.
Hilmun mengemukakan usulan itu pada rapat kerja antara Pansus XX DPRD Kota Denpasar dengan Asisten I Sekda Kota Denpasar Ketut Mister serta sejumlah instansi terkait yakni Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Dinas Perhubungan, dan Dinas Pariwisata Kota Denpasar. Selain itu dihadiri pula oleh perwakilan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Bali dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
Menurut dia, kalau yang namanya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) berarti idealnya sama sekali tidak ada tempat untuk merokok. Namun, dalam implikasinya di lapangan tentu saja sulit, sehingga diperlukan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) atau bisa juga disebut Kawasan Dilarang Merokok (KDM).
Hal senada juga dikatakan Ketua Pansus XX DPRD Kota Denpasar Ida Bagus Kompiang Wiranata. Menurut dia, lebih cocok tempat umum dan tempat bekerja itu tidak dimasukkan dengan istilah KTR, tetapi menjadi KDM atau KTM.
Legislator dari PDI Perjuangan ini juga berharap aturan yang diatur dalam Ranperda KTR itu runut dan tidak saling bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya istilah KDM atau bisa juga KTM agar dicantumkan sejak awal di ketentuan umum dan jangan sampai baru muncul di tengah-tengah pasal.
"Kami harap pada ranperda ini pun diatur sejauhmana radius tidak boleh merokok. Misalkan saja dalam lingkungan sekolah yang tidak boleh merokok hanya di dalam areal sekolah, tetapi begitu di luar pagar boleh, `kan itu tidak baik juga," katanya.
Sementara itu Kabag Hukum Kota Denpasar I Made Toya mengatakan pihaknya sepakat penggunaan dua istilah tersebut. Hanya saja jika mengacu pada Perda Provinsi Bali No 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menggunakan satu istilah yakni KTR.
"Kami khawatir jika menggunakan dua istilah dalam Perda KTR Denpasar akan dicoret oleh pihak provinsi ketika proses verifikasi karena dianggap tidak sesuai dengan perda di atasnya," ujarnya.
Menurut Toya, karena harus mengacu pada peraturan lebih tinggi itulah yang menjadi kesulitan pada pemerintahan kabupaten/kota ketika harus mengatur hal yang spesifik, kecuali dalam perda provinsi hal itu tidak diatur.
Sedangkan Asisten I Sekda Kota Denpasar Ketut Mister menambahkan kalau memungkinkan janganlah apa yang diatur di provinsi lalu diadopsi mentah-mentah. Pihaknya menyadari dalam penyusunan ranperda masih banyak hal yang perlu disempurnakan.
"Tetapi yang jelas perda KTR disusun untuk meminimalkan bahaya rokok. Hal itu tidak sekadar tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat," ujarnya. (LHS)