Denpasar (ANTARA) - Keempat fraksi di DPRD Bali kompak mengapresiasi dan memberi dukungan langkah Gubernur Bali Wayan Koster mengajukan Raperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee.
“Kehadiran Raperda Provinsi Bali tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif yang disampaikan gubernur patut diapresiasi, dan sekaligus membuktikan semakin banyak deretan regulasi terkait perlindungan lahan,” kata Anggota Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali Grace Anastasia Surya dalam keterangan yang diterima di Denpasar, Selasa.
Namun, yang perlu menjadi catatan adalah banyaknya regulasi yang sudah ada tetapi faktanya pengendalian alih fungsi lahan produktif selama ini kurang berjalan maksimal.
Menurut Fraksi Gerindra-PSI, jika Pemprov Bali ingin mengendalikan alih fungsi lahan produktif mesti dibarengi dengan pembuatan peta Lahan Sawah Dilindungi (LSD) pada Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai kawasan yang harus dilindungi.
Sebab yang terjadi selama ini ada indikasi kuat masih terdapat perbedaan luas lahan sawah yang dilindungi dengan kondisi di lapangan yang telah berubah fungsi.
Lalu terkait Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee, Grace mempertanyakan rujukan perundang-undangan apa yang digunakan Pemprov Bali sebagai dasar hukum mengatur larangan nominee.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Bali I Nyoman Wirya juga menyatakan mendukung agar raperda ini dilanjutkan pembahasannya, namun dengan sejumlah catatan.
“Jika tujuan raperda ini untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani, maka kami Fraksi Golkar menginginkan adanya kajian, laporan, dan evaluasi terhadap hal tersebut agar diperoleh data yang jelas dan konkrit,” kata dia.
Dewan ingin Raperda Pengendalian Alih Fungsi Lahan Produktif dan Larangan Alih Kepemilikan Lahan Secara Nominee mengatur lebih jelas terkait pemberian insentif dan disinsentif serta menambahkan skema penyewaan lahan produktif.
Selanjutnya Anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Anak Agung Istri Paramita Dewi juga mengatakan sepakat dengan mengatur alih fungsi lahan demi menjaga kedaulatan dan keberlanjutan ruang hidup bagi masyarakat.
Dewan menyadari fenomena alih fungsi lahan produktif termasuk praktik penguasaan lahan melalui nominee, tidak dapat dilepaskan dari tekanan kebutuhan ekonomi khususnya bagi pemilik lahan, kenaikan biaya hidup, serta terbatasnya akses permodalan dan perlindungan ekonomi, sehingga mereka ingin Pemprov Bali tegas kita regulasi ini dijalankan.
“Kondisi tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran terutama terhadap praktik nominee dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, oleh karena itu raperda ini harus ditempatkan sebagai instrumen hukum yang tidak hanya tegas dalam pengendalian dan penegakan, tetapi juga menghadirkan perlindungan dan solusi ekonomi yang adil, agar masyarakat tidak lagi terdesak untuk melepaskan lahan produktifnya,” kata dia.
Dukungan untuk mengendalikan alih fungsi lahan juga datang dari Fraksi Demokrat-Nasdem DPRD Bali yang melihat masifnya alih fungsi lahan sebagai akibat dari kemajuan pariwisata, dimana selama 2019-2025, luas lahan persawahan 4 ribu hektar beralih fungsi ke sektor lain.
“Fraksi Demokrat-Nasdem memberikan apresiasi kepada saudara Gubernur karena sangat peduli, responsif dan cepat tanggap terkait problematika kompleksitas masalah pertanahan di Bali,” ucap Anggota Fraksi Demokrat-Nasdem DPRD Bali Somvir.
