Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster mengajak masyarakat terus melestarikan kearifan lokal melalui perayaan Tumpek Wariga.
Ini disampaikannya saat persembahyangan Tumpek Wariga di Pura Pengubengan, Besakih, dimana hari suci ini diisi dengan ritual Wana Kerthi simbol penghormatan kepada tumbuh-tumbuhan sebagai sumber kehidupan.
“Kita memuliakan Sarwa Tumbuh, atau tumbuh-tumbuhan, yang dalam kepercayaan Bali adalah saudara tua yang lebih dahulu ada di dunia ini,” kata gubernur dalam keterangan resmi di Denpasar, Sabtu.
Menurut dia, perayaan bagi tumbuh-tumbuhan ini harus terus lestari sebab berdasarkan ajaran Siwa Nata Raja, Dewa Siwa memutar dunia dalam gerakan menari (tandava) untuk menghadirkan kehidupan, dimana dalam penciptaannya yang pertama kali hadir adalah tumbuh-tumbuhan.
“Dalam kepercayaan kita, tumbuhan adalah kakek yang wajib dihormati, mereka selalu memberi tanpa pamrih, memberi makanan, udara, dan kehidupan bagi manusia,” ujar Wayan Koster.
Baginya tumbuhan tidak pernah berbohong pada manusia, bila dirawat dengan kasih, pasti akan berbuah, berbunga, dan berdaun lebat sebagai tanda kesuburan dan kesejahteraan.
Koster menuturkan upacara Tumpek Wariga sendiri jatuh setiap 210 hari sekali (berdasar perhitungan kalender Bali), hari suci ini memiliki makna khusus karena jatuh 24 hari sebelum Hari Raya Galungan, saat manusia memohon kepada Sang Hyang Sangkara agar tumbuhan berbuah dan memberi hasil pada saat Galungan tiba.
“Manusia melakukan komunikasi dengan tumbuhan secara spiritual, dengan penuh rasa hormat dan mantra penghargaan, ini menunjukkan kesadaran ekologis yang sangat tinggi dari leluhur kita,” ujar Gubernur Koster.
Tradisi merayakan Tumpek Wariga dan tumpek lainnya ini bahkan dijadikan Koster sebagai salah satu pondasi pemerintahan Pemprov Bali.
“Prosesi atau perayaan tumpek ini sejak dahulu terus dijalankan masyarakat, namun belum menjadi kebijakan pemerintah karena itu saya tetapkan dalam kebijakan resmi melalui Surat Edaran Gubernur Bali di tahun 2022,” kata dia.
Oleh sebab itu pemerintah daerah diwajibkan mengingatkan masyarakat agar terus melestarikan kearifan lokal ini, agar tidak punah di tengah arus moderenisasi.
“Mari bergotong royong menjaga dan memuliakan alam, dengan disiplin, tanggung jawab, dan kesadaran spiritual, kita wujudkan Bali yang ajeg, sejahtera, dan lestari,” ujarnya.
Setelah persembahyangan, jajaran Pemprov Bali menyempatkan hadir di Taman Gumi Banten dan Usadha yang berlokasi di Banjar Kedungdung, Desa Besakih, Karangasem.
Di taman seluas 4,2 hektare itu tumbuh lebih dari 800 jenis tanaman yang digunakan dalam prosesi upacara keagamaan di Pura Agung Besakih yang setahunnya sebanyak 118 jenis upacara rutin.
Selaras dengan merayakan Tumpek Wariga, Gubernur Koster mengarahkan agar taman tersebut ditata dengan pengelompokan tanaman berdasarkan jenis dan tema agar lebih mudah dipahami pengunjung.
Ia juga mengarahkan agar dibuatkan blok-blok khusus, termasuk aturan pengambilan tanaman tertentu dengan prosesi upacara agar tidak dilakukan secara sembarangan.
"Saya ingin taman ini menjadi kebun edukatif yang hidup, pengunjung tidak hanya melihat tanaman, tapi juga memahami maknanya dalam upacara dan kehidupan spiritual masyarakat Bali,” ucapnya.
