Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali memperkuat nilai tambah sektor padat karya seperti pariwisata, pertanian dan pengolahan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara untuk mendorong ekonomi daerah yang berkelanjutan dan inklusif.
“Perlu strategi yang fokus pada peningkatan kualitas dan nilai tambah komoditas unggulan daerah untuk mendorong sektor padat karya,” kata Deputi Kepala Perwakilan BI Bali G A Diah Utari di Denpasar, Rabu.
Ia menjelaskan komoditas unggulan dari Bali dan Nusa Tenggara di antaranya garam, rumput laut, dan produk perikanan baik tangkap, budi daya maupun olahan.
Provinsi Bali, kata dia, dapat berperan sebagai sentra produksi garam berkualitas ekspor. Sedangkan Provinsi NTB dan NTT sebagai sentra garam untuk memenuhi kebutuhan kawasan timur Indonesia.
Di sisi lain, NTB dan NTT dapat berperan sebagai produsen rumput laut berkualitas untuk menyuplai industri turunan rumput laut yang saat ini terdapat di Jawa dan Makassar.
Sementara itu, untuk perikanan di tiga provinsi tersebut memiliki keunggulan produk yang bisa diekspor maupun dikembangkan hilirisasinya baik di skala industri menengah besar maupun UMKM.
Untuk mendorong sektor padat karya, bank sentral itu telah mengeluarkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yakni pengurangan kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) di Bank Indonesia bagi perbankan yang rajin menyalurkan kredit sektor prioritas salah satunya padat karya.
Dengan pengurangan GWM, perbankan diharapkan memiliki likuiditas yang lebih longgar sehingga semakin proaktif dalam menyalurkan kredit bagi sektor-sektor prioritas itu.
Ada pun besaran GWM saat ini mencapai sembilan persen dari dana pihak ketiga (DPK) yang wajib ditempatkan perbankan di Bank Indonesia.
Pada Juni 2024, bank sentral itu menerbitkan insentif berupa pengurangan GWM hingga maksimal empat persen apabila kredit disalurkan ke sektor tertentu di antaranya padat karya dan UMKM.
Di sisi lain, Ekonom Ahli Senior BI Bambang Arianto mengungkapkan selama Januari hingga September 2024, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif makroprudensial senilai Rp256,06 triliun, atau sekitar 3,44 persen dari total kredit yang disalurkan untuk mendukung pertumbuhan kredit di sektor-sektor padat karya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi terkait pemulihan sektor padat karya di Bali Nusra di Denpasar pada Jumat (25/10) mengungkapkan urgensi peningkatan sektor padat karya.
“Agar sektor padat karya dapat kembali menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” katanya.
BI Bali mencatat meski pertumbuhan ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan kedua 2024 tumbuh 6,84 persen atau di atas nasional yang mencapai 5,05 persen, namun ada tantangan besar dalam pemulihan ekonomi.
Tantangannya yakni menurunnya serapan tenaga kerja di sektor padat karya di antaranya pertanian dan sub sektornya yakni perikanan dan peternakan.
Salah satu penyebabnya adalah akses terbatas terhadap pembiayaan dari perbankan.
Baca juga: BI Bali proyeksi daya beli tumbuh positif hingga akhir 2024
Baca juga: Bank Indonesia Bali sentuh 90 ribu pelajar dalam edukasi rupiah