Denpasar (ANTARA) - Perusahaan gas industri Samator Group menggenjot pengembangan energi baru terbarukan (EBT), salah satunya melalui kerja sama riset (RnD) untuk mewujudkan transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
“Kami mulai investasi dengan human capital (SDM),” kata Presiden Direktur Samator Group Rachmat Harsono di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Senin.
Untuk itu, pihaknya menggandeng lima mitra strategis baik dalam dan luar negeri untuk menjalin potensi kerja sama di beberapa bidang di antaranya pengembangan panel surya, gas alam cair, hidrogen hingga berencana membentuk perusahaan patungan untuk mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 60 persen.
Ia menyakini setelah adanya riset dan pengembangan, investasi dapat dilakukan dua hingga tiga tahun mendatang sekaligus mencermati permintaan pasar.
Rachmat menilai potensi pemanfaatan energi bersih baik nasional dan global semakin meningkat seiring perhatian dunia terkait pengurangan emisi karbon.
“Mungkin dalam 10 tahun ke depan, batu bara tidak tergantikan, tetap ada tapi bagaimana caranya menurunkan kadar emisi dengan dekarbonisasi makanya diimbangi dengan EBT,” imbuhnya.
Melalui upaya tersebut diharapkan dapat mendukung usaha pemerintah dalam dekarbonisasi, mengingat Indonesia menjadi kontributor emisi gas rumah kaca nomor delapan di dunia berdasarkan laporan McKinsey bertajuk Indonesia’s green powerhouse promise: ten bold moves.
Dalam laporan itu disebutkan emisi di Indonesia diperkirakan mencapai lima persen per tahun yang berlangsung dalam 15 tahun terakhir salah satunya akibat deforestasi yang signifikan.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan Indonesia memiliki potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang melimpah mulai dari energi surya, bayu, hidro, bioenergi, panas bumi, dan juga laut yang total potensinya 3.686 gigawatt (GW).
Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat hingga Juni 2020, Indonesia sudah mampu menurunkan emisi sebesar 63 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) dari target 67,5 juta ton CO2e.
Indonesia berencana mengurangi 198,27 juta ton pada 2025 dan mencapai 314 juta ton pada 2030.