Denpasar (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI Habib Ali Alwi usai memimpin sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) mengatakan bahwa hasil putusan tersebut akan diumumkan pada Kamis, 1 Februari 2024.
“Ya itu nanti diputuskan, sekarang semua aduan itu kita rapatkan di lembaga kemudian diputuskan 1 Februari nanti,” kata dia di Denpasar, Jumat.
Habib Ali yang bertugas sebagai pimpinan dalam pemeriksaan terhadap MUI Bali, Kanwil Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai, dan terlapor Arya Wedakarna mengatakan saat ini belum dapat menyimpulkan hasilnya, baik atau buruk karena perlu usulan dari seluruh anggota, ditambah empat ketua badan kehormatan.
“Karena kita adalah kolektif kolegial empat pimpinan, tapi hanya ada dua pimpinan (Habib Ali Alwi dan Made Mangku Pastika) sehingga kita bawa ke lembaga, tunggu 1 Februari nanti,” ujarnya.
BK DPD RI mengakui ada pelanggaran kode etik oleh Arya Wedakarna, namun hal ini belum dapat disampaikan, bahkan di luar kasus dugaan ujaran kebencian yang mengandung SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) saat pertemuannya dengan pihak Bea Cukai Bandara Ngurah Rai Bali, muncul lagi kasus lain yang beredar di media sosial.
Dugaan pelanggaran itu seperti beredarnya video AWK ketika memarahi guru di salah satu sekolah di Kota Denpasar saat kedapatan menghukum siswa yang datang terlambat.
“Sebenarnya itu kalau sekolah masuknya ke Komite III, ini sepertinya sudah meloncat. Tidak boleh itu melewati kapasitas seolah-olah sakti mantra guna, ya jadi tidak etis kalimat-kalimat keras. Sebenarnya kan ini banyak tapi kita fokuskan tuntutan yang lagi viral ini masalah yang di Bea Cukai,” kata dia.
Dalam proses pemeriksaan ini, BK DPD RI telah mengumpulkan pernyataan dan bukti-bukti dari tiga elemen tersebut, harapannya dapat memutuskan persoalan yang terjadi dan diperbincangkan di media sosial sejak awal tahun itu.
“Hari ini kedatangannya terkait kasus AWK ya keterangan yang viral kejadian 29 Desember, jadi kami BK DPD RI mengundang para pihak. Bea Cukai, MUI dan yang bersangkutan AWK sebagai teradu, masing-masing klarifikasi dari MUI setelah itu AWK baru Bea Cukai,” ujar Habib Ali.
Sebelumnya, kasus ini berawal dari potongan video Anggota Komite I DPD RI Arya Wedakarna (AWK) yang berbicara dengan nada tinggi ketika rapat bersama Kanwil Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Dalam video tersebut ia melontarkan keinginannya agar front liner atau petugas depan di bandara adalah putra-putri Bali, dan juga agar petugas tidak menggunakan penutup kepala tidak jelas karena Bali bukan Timur Tengah.
Kalimat ini ditafsirkan sebagai bentuk ujaran kebencian mengandung unsur SARA oleh sejumlah kelompok, namun Arya Wedakarna sempat membantah bahwa tak ada kalimat yang menyebut ucapannya menjurus pada agama tertentu.