Denpasar (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali mengadukan tantangan daerah ke DPD RI yaitu kurangnya fasilitas rawat inap untuk rehabilitasi korban narkotika atau obat terlarang.
Hal ini disampaikan perwakilan Dinkes Bali sekaligus Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Ni Wayan Murdani dalam kunjungan kerja Komite III DPD RI, Senin mengenai pengawasan implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika khususnya terkait rehabilitasi medis dan sosial.
“Jadi terbatasnya ruang rawat inap bagi pecandu, hanya dua di Bali, yaitu Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali kami di Bangli dan di Rumah Sakit Mangusada Badung,” kata dia.
Selain tantangan terbatasnya fasilitas kesehatan untuk rawat inap pasien korban narkotika, tantangan lainnya adalah kecilnya angka pemeriksaan mandiri sebab masyarakat cenderung memilih diam.
Berdasarkan data Dinkes Bali, hanya 0,2 persen pecandu narkotika yang melakukan pemeriksaan mandiri, selebihnya merupakan rujukan BNN, kejaksaan, maupun kepolisian untuk restorative justice.
Murdani mengatakan itu pun mereka yang datang sudah dalam kondisi buruk disertai gangguan jiwa dan masalah fisik.
“Jadi perlu kita bersama-sama mempunyai komitmen agar ini tidak menjadi stigma di masyarakat, agar orang tidak ragu bahwa mereka butuh bantuan,” ujarnya.
Saat ini di luar rumah sakit rawat inap tadi, Pemprov Bali memiliki fasilitas yang menjadi institusi penerima wajib lapor (IPWL) yaitu 90 puskesmas, 11 rumah sakit, dan sembilan klinik yang saat ini pengguna layanannya 565 pasien.
Pada fasilitas ini juga masih ada kekurangan, yaitu kurangnya tenaga medis dan penanganan pecandu khusus seperti psikolog dan pekerja sosial.
“Itu kami sangat kekurangan sekali sehingga ini mungkin nanti mempengaruhi pelayanan-pelayanan kami terkait di dalam gedung maupun di luar gedung,” ucap Murdani.
Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta menambahkan di samping perlunya bantuan atas kekurangan tersebut, Pemprov Bali sudah berupaya dari sisi pencegahan.
“Penanganan penyalahgunaan narkoba membutuhkan pendekatan multisektor dan kolaborasi semua pihak, di Bali kegiatan primer kita lakukan berupa edukasi dan promosi dilakukan dengan pendidikan keluarga, melibatkan tokoh agama dan masyarakat juga,” kata dia.
Pencegahan sekunder Pemprov Bali lakukan dengan deteksi dini mengenali penyalahgunaan narkotika salah satunya yang rutin dilakukan di sekolah-sekolah.
Kemudian penanganan tersier dengan pengobatan dan rehabilitasi untuk membantu pecandu dengan segala fasilitas yang sudah ada.
Atas aduan-aduan ini, Anggota Komite III DPD RI Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra memastikan akan mengakomodir ke pusat salah satunya Kementerian Kesehatan.
Kemudian menurut senator asli Bali itu yang terpenting juga adalah komitmen pemerintah daerah dibarengi dengan sinergitas dengan DPD RI, sehingga Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat terimplementasi dengan baik bahkan bisa dilakukan sejumlah revisi jika diperlukan.
