Denpasar (ANTARA) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menilai besaran tarif pajak spa di Pulau Dewata idealnya 15 persen agar tidak berbeda jauh dengan pajak hotel dan restoran yang 10 persen.
“Perbedaan itu jangan terlalu ekstrem, pajak hotel dan restoran itu 10 persen, sedangkan spa itu 40 persen. Kalau melihat rasionya itu 15 persen (pajak spa) sudah ideal,” kata Ketua PHRI Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati di Denpasar, Selasa.
Ia menilai besaran tarif pajak itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) sehingga pemerintah daerah tidak dapat melakukan intervensi.
Untuk itu, upaya peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait besaran pajak spa dan klasifikasinya ke jasa hiburan, diharapkan merevisi besaran tarif pajak usaha spa.
“Kalau kabupaten/kota tidak menindaklanjuti (aturan turunan UU) nanti menjadi temuan juga. Kami sadari kesulitan bupati, kepala daerah, mereka tidak bisa berbuat apa,” ucap Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023 itu.
Baca juga: Menko Airlangga bantu selesaikan keluhan pajak jasa spa di Bali
Dia menjelaskan pengusaha spa yang tergabung dalam Bali Spa dan Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali mengajukan peninjauan kembali atau judicial review UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) terkait tarif dan klasifikasi usaha spa.
Dalam UU itu, spa dikategorikan masuk jasa hiburan sehingga tarif pajaknya naik menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
UU itu menjadi acuan pemerintah kabupaten/kota untuk ikut menaikkan pajak spa menjadi 40 persen dari sebelumnya 15 persen, seperti yang berlaku mulai 1 Januari 2024 di Kabupaten Badung.
Sedangkan pajak makan dan minuman serta jasa perhotelan besaran tarif pajaknya mencapai 10 persen.
Pada perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Badung Nomor 8 tahun 2020 tentang Pajak Hiburan, mengatur besaran tarif pajak spa/mandi uap yang mencapai 15 persen
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengakui sudah mendapatkan keluhan dari pelaku pariwisata khususnya sektor jasa hiburan dan spa.
Ia mengharapkan pelaku usaha tidak khawatir dan gusar karena pihaknya akan mencarikan solusi untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan pariwisata.
Apalagi sektor pariwisata, lanjut dia, merupakan sektor utama untuk transformasi ekonomi negara.
“Oleh karena itu seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor (pariwisata) ini kuat,” katanya di sela konferensi pariwisata Asia Pasifik di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/1).