Denpasar (ANTARA) - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali memberikan usulan penundaan kenaikan tarif pajak jasa hiburan tertentu dari 15 persen menjadi 40 persen karena industri pariwisata belum pulih sepenuhnya akibat pandemi.
“Biarkan kami bernafas sedikit, belum sembuh (dampak COVID-19) ada 30-40 persen perusahaan yang masih belum bisa bangkit bahkan ada yang total tidak beroperasi, ini harus disadari,” kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana di Denpasar, Bali, Rabu.
Ketua GIPI Bali atau Bali Tourism Board (BTB) itu juga menambahkan usulan industri spa/mandi uap sebaiknya tidak berada di bawah koordinasi Dinas Pariwisata melainkan di bawah Dinas Kesehatan karena spa dinilai memiliki unsur kesehatan dan kebugaran tubuh atau wellness.
Ada pun sektor jasa mandi uap/spa masuk dalam kategori jasa hiburan yang mengalami kenaikan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Baca juga: Dispar perjuangkan Balinese Spa karena pajaknya naik jadi 40 persen
Di sisi lain, pariwisata Bali, kata dia, memiliki kompetitor di kawasan Asia Tenggara di antaranya Thailand dan Vietnam. Bahkan, pajak hiburan di Thailand turun menjadi hingga lima persen.
“Kami bersaing termasuk produk dan harga dengan destinasi Vietnam, Thailand. Begitu dilihat semakin mahal, orang bisa beralih,” katanya.
Ia mengungkapkan asosiasi pelaku pariwisata di Bali berencana melakukan peninjauan kembali produk hukum (judicial review) yang mengatur terkait tarif PBJT.
Tarif PBJT diatur dalam pasal 58 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Undang-undang yang disahkan pada 5 Januari 2022 itu menyebutkan jasa hiburan tertentu yakni khusus untuk tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uang/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, sesuai pasal 58 ayat 2.
Lahirnya undang-undang itu menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menaikkan tarif PBJT termasuk industri spa, salah satunya di Kabupaten Badung, Bali, yang mayoritas pendapatan asli daerahnya (PAD) disokong industri pariwisata.
Pemkab Badung misalnya menerbitkan aturan yang berlandaskan undang-undang itu yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Perda yang diundangkan pada 28 Desember 2023 itu berlaku mulai 1 Januari 2024 menerapkan besaran tarif pajak daerah khusus untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa sebesar 40 persen.
Sedangkan perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Nomor 8 tahun 2020 yang mengatur tentang pajak hiburan besaran pajaknya mencapai 15 persen.
“Padahal spa itu dominan UMKM termasuk produknya ada jamu dan produk lainnya itu produk lokal,” imbuhnya.