Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, Bali memutuskan untuk memberikan insentif fiskal terkait pengenaan pajak hiburan tertentu dengan tarif menjadi 15 persen dan tidak mengikuti tarif 40-75 persen sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2022.
Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, di Denpasar, Rabu, mengatakan keputusan tersebut diambil berdasarkan kesepakatan atas usulan yang disampaikan para wajib pajak yang bergerak di sektor hiburan tertentu (karaoke dan spa) di Denpasar.
Jaya Negara menyampaikan sebelumnya berdasarkan hasil rapat secara virtual (zoom meeting) yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan disebutkan bahwa pemerintah daerah boleh memberikan insentif fiskal terkait pajak hiburan tertentu ini.
"Wali Kota boleh memberikan insentif fiskal kepada wajib pajak dengan catatan harus melakukan rapat dengar pendapat dengan wajib pajak," katanya di sela-sela acara pertemuan dengan pelaku usaha karaoke dan spa di Kota Denpasar ini.
Oleh karena itu, melalui acara pertemuan yang digelar di Gedung Sewaka Dharma Denpasar tersebut, ia mengundang kehadiran semua pelaku usaha di sektor hiburan tertentu di Kota Denpasar, yakni 11 pelaku usaha karaoke dan 38 pelaku usaha spa.
"Tidak boleh jika orang per orang yang datang ke Kantor Wali Kota Denpasar untuk meminta keringanan pajak," ujarnya pula.
Hasil dari kesepakatan tarif pajak 15 persen tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Denpasar yang akan rampung dalam waktu sebulan ke depan.
Dalam perwali itu, juga akan dicantumkan peraturan peralihan yang di antaranya mengatur bahwa tarif pajak hiburan tertentu sebesar 15 persen juga berlaku mulai Januari 2024, tidak saja berlaku sejak saat perwali ditetapkan.
Jaya Negara mengatakan hal itu karena sebelumnya Pemkot Denpasar telah menerbitkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Dalam perda itu mengatur pengenaan tarif pajak yang besarannya sudah sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD (Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) dengan tarif pajak hiburan 40 persen," ujarnya.
Jaya Negara menambahkan, pengenaan tarif pajak hiburan tertentu yang menjadi 15 persen dan tidak mengambil batas bawah 40 persen, karena pihaknya mempertimbangkan belum sepenuhnya ekonomi Bali pulih. Tetapi ada kenaikan 5 persen dibandingkan tarif pajak sebelumnya yang sebesar 10 persen.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Denpasar I Gusti Ngurah Eddy Mulya menyampaikan bahwa sesungguhnya Pemkot Denpasar sebelum terbitnya UU HKPD juga telah memberikan stimulus dan menunjukkan komitmennya dalam membangun dunia usaha di kota setempat.
"Sebelumnya tarif pajak hiburan di Denpasar sebesar 10 persen, meskipun di UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah itu diatur bahwa daerah dapat mengenakan tarif pajak hiburan paling tinggi 35 persen," katanya lagi.
Selain itu, tarif pajak hiburan di Kota Denpasar yang sebelumnya 10 persen juga tergolong paling rendah dibandingkan tarif pajak di kota-kota lainnya di tanah air sebelumnya berlakunya UU HKPD, seperti DKI Jakarta sebesar 25 persen, Kota Bandung (35 persen), Kota Semarang (35 persen).
Demikian juga dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Bali, yakni Kabupaten Tabanan dengan tarif 30 persen dan Kabupaten Karangasem 35 persen.
"Yang jelas Pemerintah Kota Denpasar berkomitmen untuk tetap membangun dunia usaha yang kompetitif dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas daerah," ujar Eddy Mulya.
Baca juga: Menko Luhut minta kenaikan pajak hiburan ditunda
Baca juga: Pengusaha spa di Bali ajukan uji materi soal tarif pajak