Jakarta (Antara Bali) - Pelaku industri pariwisata Yogyakarta memprotes keras kenaikan tarif masuk ke kawasan Candi Borobudur yang kini mencapai 20 dolar AS per orang sehingga dikhawatirkan akan menurunkan daya saing pariwisata Yogyakarta dan sekitarnya.
"Kenaikan tarif ini sudah yang kesekian kalinya, ini berbahaya bagi daya saing pariwisata Yogyakarta," kata Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) Chapter DIY, Edwin Ismedi Himna, dalam perbincangannya dengan ANTARA di Jakarta, Selasa.
Pihaknya mengkhawatirkan kenaikan tarif itu akan menjadi bumerang bagi sektor pariwisata Yogyakarta dan sekitarnya khususnya dari sisi daya saing.
Imbasnya, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta bisa saja tergerus perlahan tapi pasti. "Kenaikan harga ini mestinya dikomunikasikan pada pelaku industri wisata," katanya.
Kenaikan tarif ditetapkan Rp7.500 perorang sehingga harga yang dibebankan kepada pelaku industri wisata semakin tinggi atau mencapai Rp142.500 dari sebelumnya Rp135.000.
Padahal, selama ini biro perjalanan wisata telah menyepakati kontrak kerja sama hingga harga tiket masuk yang diberikan berbeda dengan harga konsumen langsung.
Namun, ia menambahkan, pengelola Candi Borobudur berdalih kenaikan nilai tukar mata uang asing dengan rupiah mendorong pengelola untuk menaikkan tarif masuk Candi Borobudur. (LHS/T007)