Denpasar (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali menyebutkan peredaran gelap narkotika jenis ekstasi yang lazim dikenal dengan nama lain ineks atau methylene dioxy meth amphetamine (MDMA) mulai meningkat di Bali setelah pandemi COVID-19 usai/berakhir.
"Kasus ineks kembali hidup setelah masa pandemi COVID-19. Pada masa pandemi, tangkapan ineks hampir rendah karena tidak ada tamu yang berlibur ke Bali. Kasus terbaru yang terungkap dengan 1.600 gram itu satu jaringan semua, tapi di tempat yang berbeda-beda," kata Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Bali Putu Agus Arjaya saat konferensi pers di Kantor BNNP Bali, Denpasar, Kamis.
Selain ekstasi, narkotika jenis ganja tetap menjadi primadona dan diminati oleh banyak kalangan di Bali, begitu pun dengan narkotika jenis sabu-sabu. Jaringannya pun luas, tetapi paling banyak berasal dari Aceh.
"Ini (ganja) yang kita tangkap terakhir dia yang memesan langsung di Medan. Dia yang mengedarkan di Bali. Pelaku senang berada di pinggir pantai. Indikasinya diedarkan pada peselancar-peselancar termasuk dari orang asing," kata Arjaya.
Baca juga: BNN ungkap peran dua pria edarkan sabu yang menyasar PSK di Denpasar
Ketika mendampingi Kepala BNNP Bali Brigjen Pol. Raden Nurhadi Yuwono, ia menjelaskan peredaran narkotika di Bali tercatat mengalami peningkatan, salah satunya dengan adanya penangkapan 11 orang tersangka pengedar narkotika dalam sembilan kasus yang berasal dari jaringan luar wilayah Bali selama Juli sampai Agustus 2023.
"Dari semua yang kami tangkap ini adalah semua bagian dari jaringan, bukan dari pengguna. Kasus yang kita tangkap tujuannya untuk menekan pasokan yang masuk ke Bali. Jadi, kita cegat dari perlintasan mulai masuknya yang kita amati, ada yang dari Jawa Timur, kita awasi dan cegat jangan sampai masuk," kata Arjaya.
Para tersangka yang dihadirkan dalam konferensi pers itu masing-masing berinisial SJ (45), BG (51), AP (41), RS (40), DN (43), TA (28), GS (33), MJ, RA, AS, SS (27).
Untuk tersangka SJ dan BG dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan sembilan pelaku lainnya dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Juncto Pasal 132 (1) atau Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara.
Adapun barang bukti yang disita dari kejahatan narkotika itu adalah ganja dengan berat keseluruhan 1.636,96 gram netto, ekstasi sebanyak 1.585 butir atau 526,99 gram netto, sabu dengan berat keseluruhan 579,19 gram netto dan kokain dengan berat keseluruhan 0,15 gram netto.
Baca juga: Wagub Bali sebut gerakan BNN di Bali bantu tekan peredaran narkoba
Menurut Arjaya, semua pelaku yang telah dijadikan tersangka tersebut semuanya adalah pengedar. "BNN Bali akan fokus pada pemberantasan pada sisi penyedia di samping melakukan rehabilitasi kepada para pengguna narkotika karena kalau pengguna masih ditangkap, maka Lembaga Pemasyarakatan di Bali tak bisa menampung semuanya," katanya.
Hal lain yang menjadi indikator naiknya angka peredaran narkotika di Bali adalah tingginya terpidana kasus narkotika yang menghuni Lembaga Pemasyarakatan di Bali dibandingkan dengan tindak pidana lainnya.
"Sampai saat ini, jumlah hunian di Lapas itu 70 persen dari tindak pidana narkoba. Dari 3.800-an sekian di seluruh Bali, 70 persen dari narkotika," kata Arjaya.
Arjaya mengatakan menurut catatan BNNP Bali sekarang di masyarakat Bali sudah hampir di seluruh kecamatan sudah ada pengguna narkotika. Namun, dirinya tidak merinci data pengguna narkotika pada setiap wilayah kecamatan.
Dia pun mengimbau kepada masyarakat pengguna narkotika untuk melaporkan diri kepada BNN agar segera dilakukan upaya rehabilitasi oleh BNN.