Denpasar (ANTARA) -
Hakim Tunggal Yogi Rachmawan didampingi Panitra Sri Menawati menyatakan menolak praperadilan yang diajukan tersangka Wayan Disel Astawa dimana hakim menyatakan penetapan tersangka oleh Kepolisian Daerah Bali yang menjadi termohon dalam perkara tersebut dinyatakan sah secara hukum.
Di ruangan terpisah, Hakim Tunggal I Putu Agus Adi Antara didampingi Panitera I Wayan Suparta yang menyidangkan perkara I Gusti Made Kadiana di ruangan Tirta, Pengadilan Negeri Denpasar juga menyatakan menolak permohonan pemohon.
Dalam fakta persidangan, Majelis Hakim menyatakan menolak gugatan praperadilan status tersangka tersebut. Hakim menilai penetapan tersangka oleh termohon yakni Polda Bali sudah sesuai dengan prosedur dan memenuhi alat bukti yang sah.
Baca juga: Pemkab Badung puji polisi bongkar reklamasi ilegal di Pantai Melasti
Pada sidang putusan praperadilan itu, Hakim menilai bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak pemohon tidak relevan dalam perkara tersebut sehingga gugatan praperadilan ditolak. Hakim pun meminta pihak termohon Polda Bali untuk melanjutkan proses penyidikan.
Ditemui usai usai sidang, pihak Termohon Kapolda Bali Cq Direskrimum melalui Ketua Tim Bidang Hukum Polda Bali AKBP Imam Ismail didampingi Kompol I Ketut Soma Adnyana, AKP I Putu Eka Adi Putra dan kawan-kawan menyatakan menghormati apa yang menjadi keputusan pengadilan.
"Intinya kami menghormati apa yang menjadi keputusan praperadilan, atas apa yang telah berlangsung yakni bersama-sama menguji tentang keabsahan penetapan tersangka," kata Ismail.
Dia mengatakan usai putusan hakim tersebut dirinya akan berkoordinasi dengan penyidik soal putusan itu agar nantinya berkas kasus tersebut segera dilimpahkan untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar.
Sementara itu, kuasa hukum Made Kadiana, Norman Al Farrizsy mengatakan upaya praperadilan yang telah ditempuhnya bertujuan untuk memenuhi hak kliennya Gusti Made Kadiana dalam mengakses hukum. Mereka pun menghargai keputusan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar tersebut.
Baca juga: Tersangka kasus reklamasi Pantai Melasti ajukan praperadilan ke PN Denpasar
"Ya, ditolak (gugatan praperadilan). Kami tetap hargai itu," katanya.
Kuasa hukum Wayan Disel Astawa, I Made Parwata didampingi rekannya Wayan Adi Aryanta mengatakan pihaknya juga akan mempertimbangkan pengajuan lagi upaya hukum. Menurut mereka yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus yang menjerat kliennya tersebut adalah Direktorat Reserse Kriminal Khusus, bukan Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Menurutnya yang berwenang terkait tindak pidana khususnya lingkungan, kejahatan atau pelanggaran terhadap lingkungan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang dimana terdapat tim khusus yang mempunyai kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian.
"Yang berhak dan berwenang mempunyai kapasitas, legalitas untuk melakukan itu adalah tim yang terdiri dari Kepolisian Krimsus. Kemudian ada unsur PPNS yang keahlian di bidang itu. Ada jaksa. Jadi, tiga komponen inilah yang mempunyai kewenangan di bawah koordinasi menteri, bukan Ditreskrimum. Karena itulah kami akan melakukan praperadilan lagi dengan materi berbeda," kata Parwata.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara, sebagai pihak pelapor, yang ikut menyaksikan persidangan tersebut, menghargai keputusan Hakim.
"Selaku pelapor, kami sangat menghargai putusan praperadilan ini. Kami berharap polisi segera lakukan tahap dua untuk nantinya dilakukan persidangan," katanya.
Sebelumnya, I Wayan Disel Astawa dan I Gusti Made Kadiana bersama dengan ketiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus reklamasi Pantai Melasti. Kelimanya berbagi peran baik sebagai pemberi izin dan juga tiga tersangka lainnya ikut membantu proses reklamasi ilegal tersebut.
Kelima tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Adapun pasal yang menjerat kelima tersangka adalah Pasal 75 jo pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja jo pasal 56 ke 1 e KUHP dengan ancaman tiga tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Kedua, Pasal 109 juncto Pasal 36 ayat 1 UU No. 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun, denda paling sedikit Rp1 miliar paling banyak Rp3 miliar.
Ketiga, Pasal 69 jo pasal 61 A UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang jo UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun dan denda Rp500 juta.