Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana menyurati Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengungkap beberapa masalah usai rektor ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI).
Ketua BEM Universitas Udayana I Putu Bagus Padmanegara di Denpasar, Bali, Selasa, menyatakan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Prof. INGA dengan segala pelanggaran hukum dan etika yang ada di dalamnya berdampak secara langsung dan tidak langsung kepada pelaksanaan kegiatan akademik dan nonakademik di Universitas Udayana.
"Terganggunya ekosistem birokrasi dan administrasi sebagai imbas dari kasus dugaan korupsi ini menimbulkan beberapa keresahan dan keluhan baik yang dirasakan oleh mahasiswa ataupun dosen dan tenaga pendidik yang ada di lingkungan Universitas Udayana," kata Bagus.
Bagus mencontohkan beberapa keluhan yang dirasakan mahasiswa seperti terganggunya administrasi persuratan, pusat sistem informasi digital (IMISSU) yang sering error, bahkan SK terkait kepengurusan BEM Udayana hingga saat ini tidak kunjung terbit.
Baca juga: Hakim tolak gugatan praperadilan Rektor Unud, lanjut ke pengadilan
Baca juga: Hakim tolak gugatan praperadilan Rektor Unud, lanjut ke pengadilan
Menurut keterangan Bagus, keluhan juga dirasakan oleh beberapa dosen dan staf di lingkungan Universitas Udayana dalam melaksanakan dan mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
"Dalam aspek pendidikan atau pengajaran, keluhan tentang fasilitas yang tidak memadai, pendingin ruangan yang tidak menyala dan menyebabkan kelas sangat pengap dan gerah, sarana laboratorium yang minim, listrik yang sering padam, bahkan terdapat fakultas yang merasa diperlakukan tidak adil dengan sarana prasarana yang tidak layak," kata dia.
Sementara itu, pada aspek penelitian, beberapa dosen dan staf mengeluhkan tentang fasilitas yang kurang akomodatif, fasilitas dan peralatan laboratorium yang minim, serta dana penelitian yang diberikan dengan waktu cukup lama yang membuat proses penelitian terhambat.
Dalam aspek pengabdian masyarakat, BEM membeberkan keluhan terkait terkendalanya perizinan, kurangnya pemerataan penerimaan proposal, bentuk pertanggungjawaban yang terlalu rumit yang menurunkan minat dan semangat pengabdian, dan bahkan beberapa pihak merasa adanya ketidakpekaan terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat sekitar.
Baca juga: Kejati Bali periksa saksi-saksi terkait dugaan korupsi Rektor Unud
Baca juga: Kejati Bali periksa saksi-saksi terkait dugaan korupsi Rektor Unud
"Dengan adanya keluhan-keluhan tersebut menunjukkan secara nyata tidak optimalnya pelaksanaan kegiatan akademik dan non-akademik di Universitas Udayana," kata Bagus.
Bagus mengaku prihatin dengan kasus hukum yang menimpa Prof INGA dan tiga tersangka lainnya dan dikhawatirkan akan terjadi hambatan dan gangguan perihal pelaksanaan kegiatan akademik dan non-akademik karena dalam waktu ke depan Prof. INGA sebagai rektor akan sibuk menjalani proses hukumnya di pengadilan.
Oleh karena itu, BEM berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menonaktifkan para tersangka untuk sementara dan perlu adanya Pelaksana Tugas (PLT) terhadap Prof. INGA dan tiga pejabat lainnya yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Hal tersebut penting sebagai langkah untuk mengoptimalkan kembali seluruh kinerja sistem pendidikan di Universitas Udayana baik di bidang akademik maupun non-akademik, bahkan termasuk publikasi informasi.
BEM menggarisbawahi bahwa kasus dugaan korupsi Prof INGA menyangkut pribadi, atau perorangan, karena itu perlu dipisahkan dengan jabatannya.
"Selain itu, kami BEM Udayana juga meminta Menteri Nadiem Makarim untuk mendengarkan aspirasi kami perihal sumbangan pengembangan institusi (SPI) sebagai bentuk komersialisasi dan celah korupsi di Pendidikan Tinggi," kata Bagus.
BEM Unud sendiri telah membuat suatu kajian perihal permasalahan sumbangan pengembangan institusi yang dapat diakses melalui s.id/kajianspi2023.
Karena itu, BEM meminta pemerintah merevisi Permendikbud 25 Tahun 2020 tentang SSBOPTN yang melegalisasi SPI sebagai bentuk komersialisasi dan celah korupsi di pendidikan tinggi.*