Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana Bali menyebutkan, dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri dijadikan lahan bisnis oleh panitia penerimaan di Universitas Udayana yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Ketua BEM Universitas Udayana I Putu Bagus Padmanegara saat ditemui usai melaksanakan audiensi dengan Kejaksaan Tinggi Bali di Denpasar, Rabu mengatakan, panitia penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri yang diketuai oleh Rektor Universitas Udayana Prof. I Nyoman Gde Antara dan dibantu oleh ketiga tersangka lainnya menentukan nominal pembayaran SPI dalam penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun 2018 sampai tahun 2020 sebelum mahasiswa tersebut lolos seleksi untuk menentukan kelulusan.
Padahal menurut Padmanegara, kebijakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
"Secara Permendikbud itu diatur SPI tidak boleh memengaruhi kelulusan. Tetapi, di sini, dilakukan pemilihan nominal yang menentukan kelolosan," kata dia didampingi oleh Rizky Dimas Tyo selaku Menteri Koordinator BEM Unud.
Padmanegara mengatakan, panitia penerimaan mahasiswa baru yang diketuai oleh Prof. Antara memungut dana SPI sebelum pengumuman seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri secara nasional.
"Di Permendikbud juga diatur kalau tes itu harus pelaksanaannya pascapengumuman jalur tes nasional. Tetapi, bahkan dari tahun sejak saya menjadi seorang Maba (mahasiswa baru) itu pendaftarannya dilakukan sebelum pengumuman, sehingga itu sudah memungut uang pendaftaran bagi teman-teman bahkan bagi adik-adik saya juga. Saya melihat ini bisnis yang pintar lah," kata dia.
Padmanegara menilai pungutan SPI atau uang pangkal tersebut dijadikan lahan bisnis oleh Prof. Antara setelah BEM melakukan investigasi dan pengumpulan data mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri sebagai bukti.
Dalam data yang dibeberkan oleh BEM, kata dia, ditemukan bahwa ada mahasiswa pada fakultas tertentu yang semestinya tidak masuk prodi yang bukan peruntukan SPI, malah dipungut oleh panitia.
Padmanegara mengatakan, setelah berjalan beberapa tahun, mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri pada fakultas bukan favorit tidak mengetahui bahwa uang pangkal tersebut tidak seharusnya dipungut dari mahasiswa.
"Fakultas ilmu budaya, di SK-nya tidak terdapat keharusan bagi enam prodi seperti antropologi, arkeologi dan beberapa lainnya. Di sanalah kami mendapatkan data bahwa kawan-kawan ini tidak tahu bahwa mereka seharusnya nggak bayar," kata dia.
Karena itu, kata Ketua BEM Universitas Udayana Padmanegara, pungutan SPI yang dijadikan sebagai lahan bisnis oleh panitia penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri merupakan bentuk tindakan komersialisasi pendidikan dan menuntut agar segera dihentikan.
Dia pun meminta pihak Universitas Udayana mengubah sistem pungutan sumbangan pengembangan institusi yang sesuai dengan Permendikbud dan terbuka kepada seluruh mahasiswa.
"Kalau memang ini tidak bisa dihapuskan karena dari Kementerian kurang uangnya, kami menuntut mengubah sistemnya karena kalau kita bicara soal sumbangan atau iuran berarti otomatis yang diharapkan dari Permendikbud adalah dilakukan setelah dia diterima. Jadi, tidak ada lagi upaya psikologis seperti yang dilakukan oleh Prof. Antara sebagai seorang pebisnis," kata Padmanegara.
Sementara itu, di pihak lain Ketua Tim Hukum Universitas Udayana I Nyoman Sukandia dalam sesi konferensi pers di Rektorat Universitas Udayana beberapa waktu lalu menyatakan pungutan SPI telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dia juga mengatakan SPI tidak menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan bagi mahasiswa yang masuk jalur mandiri.
Rektor Universitas Udayana Prof. I Nyoman Gde Antara sendiri juga memberikan keterangan bahwa sumbangan pengembangan institusi masuk ke dalam kas negara dan tidak mengalir ke rekening pribadinya atau pun ketiga tersangka lainnya.
"Sebetulnya SPI dibikinkan sesuai regulasi, yang kedua sistem itu tidak menentukan kelulusan dan yang paling penting adalah tidak ada mengalir ke para pihak atau staf kami. Kami yakin ke staf kami tidak ada. Itu semuanya mengalir ke kas negara," kata Gde Antara menjawab pertanyaan wartawan usai keluar dari ruangan penyidik Pidana Khusus Kejati Bali, Denpasar, Senin (13/3/2023).
Karena itu, kata Ketua BEM Universitas Udayana Padmanegara, pungutan SPI yang dijadikan sebagai lahan bisnis oleh panitia penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri merupakan bentuk tindakan komersialisasi pendidikan dan menuntut agar segera dihentikan.
Dia pun meminta pihak Universitas Udayana mengubah sistem pungutan sumbangan pengembangan institusi yang sesuai dengan Permendikbud dan terbuka kepada seluruh mahasiswa.
"Kalau memang ini tidak bisa dihapuskan karena dari Kementerian kurang uangnya, kami menuntut mengubah sistemnya karena kalau kita bicara soal sumbangan atau iuran berarti otomatis yang diharapkan dari Permendikbud adalah dilakukan setelah dia diterima. Jadi, tidak ada lagi upaya psikologis seperti yang dilakukan oleh Prof. Antara sebagai seorang pebisnis," kata Padmanegara.
Sementara itu, di pihak lain Ketua Tim Hukum Universitas Udayana I Nyoman Sukandia dalam sesi konferensi pers di Rektorat Universitas Udayana beberapa waktu lalu menyatakan pungutan SPI telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dia juga mengatakan SPI tidak menjadi dasar dalam penentuan penerimaan atau kelulusan bagi mahasiswa yang masuk jalur mandiri.
Rektor Universitas Udayana Prof. I Nyoman Gde Antara sendiri juga memberikan keterangan bahwa sumbangan pengembangan institusi masuk ke dalam kas negara dan tidak mengalir ke rekening pribadinya atau pun ketiga tersangka lainnya.
"Sebetulnya SPI dibikinkan sesuai regulasi, yang kedua sistem itu tidak menentukan kelulusan dan yang paling penting adalah tidak ada mengalir ke para pihak atau staf kami. Kami yakin ke staf kami tidak ada. Itu semuanya mengalir ke kas negara," kata Gde Antara menjawab pertanyaan wartawan usai keluar dari ruangan penyidik Pidana Khusus Kejati Bali, Denpasar, Senin (13/3/2023).