Denpasar (ANTARA) - Korporasi Keuangan Internasional (IFC) sebagai bagian kelompok usaha Bank Dunia mengajak perhotelan di Bali untuk mengoptimalkan pembangunan hijau atau ramah lingkungan guna mendukung target pemerintah mengurangi emisi karbon 2060.
“Makin awal konsep hijau ini diterapkan, makin banyak biaya operasional yang bisa ditekan,” kata Koordinator Program IFC Wilayah Asia Timur Farida Lasida Adji dalam lokakarya terkait bangunan hijau di Denpasar, Selasa.
Fokus menekankan bangunan hijau yakni efisiensi energi, air dan material bangunan.
Ia menyebutkan material bangunan mengonsumsi paling besar yakni sekitar 40 persen energi dalam satu bangunan.
Untuk itu ia mendorong agar pembangunan gedung termasuk perhotelan sejak desain, konstruksi hingga bangunan sudah rampung menerapkan cara ramah lingkungan.
Farida memperkirakan tingkat pengembalian investasi bisa mencapai hingga 20 persen dalam waktu kurang dari dua tahun untuk bangunan baru dengan konsep ramah lingkungan.
Tidak menutup kemungkinan, kata dia, bangunan lama juga bisa menerapkan konsep ramah lingkungan namun pelaku usaha perlu menyiapkan upaya yang lebih dan tambahan investasi.
Apabila menerapkan bangunan hijau itu, kata dia, pengelola gedung dapat mengajukan sertifikasi desain terbaik untuk efisiensi lebih besar atau EDGE yang sifatnya masih sukarela.
Ada pun pendaftaran sertifikasi mencapai Rp2,5 juta dan biaya sertifikasi bervariasi tergantung luas bangunan hingga mencapai Rp77 juta untuk luas bangunan di atas 10 ribu meter persegi.
“Sertifikasi berbayar karena dilakukan oleh asesor, auditor,” imbuhnya.
Sementara itu, pelaku perhotelan di Bali mendukung bangunan hijau karena pasar saat ini mengincar cara-cara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ketua Asosiasi General Manager Hotel Indonesia (IHGMA) Bali Yoga Iswara mengungkapkan setelah kondisi ekonomi di Pulau Dewata stabil akibat pandemi COVID-19, pelaku pariwisata saat ini bertransformasi mengusung konsep pembangunan berkelanjutan mulai desain bangunan hingga kepemimpinan.
Meski demikian, mencermati biaya yang besar, pelaku perhotelan tidak serta merta menyasar sertifikasi meski memiliki daya tarik kepada konsumen.
“Ada hal yang bisa dieksekusi langsung secara manfaat tanpa harus sertifikasi dulu karena proses itu butuh biaya, contoh sederhana itu tidak menggunakan botol plastik,” katanya.
Berdasarkan data IFC Bank Dunia, saat ini sudah ada dua hotel di Bali yang sudah mengantongi sertifikat EDGE dan lima lainnya kini sedang dalam proses sertifikasi.