Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Karangasem, Bali, belajar cara membudidayakan kapas untuk memenuhi kebutuhan para perajin tenun di daerah setempat, dengan berkunjung ke Balai Penelitian, Pemanis dan Serat Malang dan Karya Usaha Petani Unggul Sutra di Jawa Timur.
"Dari hasil kunjungan ini, nanti akan disampaikan kepada Bupati Karangasem sehingga bisa diambil kebijakan," kata Sekretaris Bapelitbangda Karangasem Gusti Bagus Widiantara sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulisnya di Denpasar, Kamis.
Widiantara bersama dengan Kabid Perindustrian Nyoman Antari, Kabid Penyediaan dan Pengembangan Sarana Pertanian I Komang Cenik serta tim ahli perencanaan sengaja mengadakan lawatan ke Provinsi Jawa Timur selama dua hari, 18-19 Mei 2022.
Pada hari pertama, rombongan Pemkab Karangasem melihat dari dekat budidaya kapas, serta pengolahan kapas menjadi benang sampai menghasilkan produk kain batik gedog, di Kabupaten Tuban.
Hari kedua, berkunjung ke Balai Penelitian, Pemanis dan Serat (Balittas) Malang dan Karya Usaha Petani Unggul (Kupu) Sutra, yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Pasuruan.
Baca juga: Bupati siap wujudkan Karangasem sebagai sentra kapas di Bali
Widiantara menyampaikan sebelumnya Bupati Karangasem I Gede Dana mencanangkan Karangasem sebagai sentra kapas yang akan dipakai untuk bahan benang tenun.
Hal itulah yang membuat pemkab setempat getol ingin belajar bagaimana caranya pembudidayaan kapas sampai menjadi benang. "Karena ini memang kebijakan yang selaras dengan provinsi, dalam penyediaan bahan baku tenun," ujarnya.
Terlebih, kata Widiantara, dua tempat yang dikunjungi tersebut juga sangat terbuka lebar dalam melakukan kerja sama.
Kepala Balittas Malang Andi Wijanarko dalam kesempatan itu menyampaikan Balittas siap mendampingi dari sisi teknis, pemberdayaan petani serta pendampingan program.
"Kami sangat terbuka dalam pembudidayaan kapas ke petani," ujarnya.
Baca juga: Bali Produksi Kapas Untuk Keperluan Lokal
Andi menyarankan untuk pembudidayaannya agar tidak monokultur karena sudah pasti itu akan menyulitkan petani yang terbiasa melaksanakan pola tanam tumpang sari.
"Kalau monokultur sudah pasti kalah dengan bahan pangan, yang penting kapas menyesuaikan dengan serapan industri," ucapnya.
Sementara itu, pemilik Kupu Sutra Erianto Nugroho menceritakan awal mendirikan usaha ini sekitar enam tahun lalu. Rencananya, hasil sutra akan dibawa ke Taiwan.
"Dari sekian yang dulu mendapat pelatihan, hanya saya yang bisa mengembangkan Kupu Sutra ini, saat ini ada ratusan petani binaan yang berada di bawah saya, itu tersebar di sejumlah kabupaten," ujarnya.
Erianto pun mengaku siap saja berkolaborasi dengan Pemkab Karangasem karena prospek pengembangan pembudidayaan ulat sutra sangat terbuka lebar. Selain itu, proses pemeliharaannya pun tidak terlalu sulit.