Denpasar (ANTARA) - Insya Allah, keterbatasan beraktivitas akibat terpaan virus Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sejak Maret 2020 akan berakhir, sehingga dua kali berpuasa dan berlebaran di rantau saat pandemi COVID-19 takkan terulang pada tahun 2022. Semoga.
Ramadhan dan Lebaran tahun ini lebih longgar dibandingkan dengan dua tahunan lalu. Larangan mudik dengan pengetatan wilayah antarkabupaten/kota/provinsi akan dilonggarkan, karena COVID-19 sudah dinilai melandai. Bisa jadi dapat dianggap masuk era endemi.
WHO menyebut tiga tingkatan wabah yakni pandemi, epidemi, dan endemi. Endemi merupakan wabah penyakit dengan sebaran satu wilayah/kecil (lokal), sedangkan epidemi merupakan wabah dengan sebaran lebih besar dari endemi tapi meluas/cepat menular dalam beberapa wilayah (nasional). Pandemi merupakan pandemi dengan sebaran skala dunia (internasional), seperti TBC, HIV/AIDS, flu burung, flu babi, dan flu spanyol.
Oleh karena itu, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Laura Navika Yamani SSi MSi Phd, mendukung kebijakan pemerintah menjadikan vaksin dua/vaksin booster sebagai syarat mudik lebaran tahun 2022, meski pandemi sudah melandai atau mengarah pada era endemi.
Keputusan pemerintah sudah tepat dan sesuai aturan. Jika melihat data dari masyarakat yang sudah divaksin dosis dua itu cukup banyak, sudah lebih dari 70 persen, sehingga seharusnya tidak menjadi kesulitan masyarakat dan keputusan pemerintah tampaknya sudah sesuai aturannya.
Artinya, vaksin sudah banyak tapi karakteristik varian virus omicron yang memiliki tingkat penularan lebih tinggi dari varian sebelumnya tetap patut diperhitungkan. Karakteristik Omicron menyebabkan cakupan vaksin yang dibutuhkan meningkat sesuai rate of transmission.
Walhasil, keterbatasan beraktivitas akibat terpaan virus COVID-19 sejak Maret 2020 akan bisa longgar, sehingga dua kali berpuasa dan berlebaran di rantau saat pandemi COVID-19 takkan terulang pada tahun 2022, namun pengetatan wilayah akan tetap ada sesuai kondisi kabupaten/kota/provinsi.
Bila demikian adanya, maka Ramadhan 2022 memiliki suasana yang lebih longgar dan nuansa ritual benar-benar ada, karena mulai Shalat Tarawih, Tadarrus Al Quran, Qiyamul Lail, Takbiran, dan Shalat Idul Fitri akan kembali menyeruak, namun nuansa ritual itu ada dalam pembatasan dengan protokol kesehatan (masker, waktu ibadah yang dipersingkat, minimal vaksin dua, dan sebagainya).
Shalat di tengah wabah memang harus memperhitungkan diri sendiri dan orang lain, karena Nabi mengajarkan Muslim itu tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain. Tidak boleh mencari bahaya dan juga membahayakan orang lain.
Bagi umat Islam, musibah COVID-19 merupakan ujian keimanan dan kesabaran, karena Nabi Ayub juga pernah mengalaminya dengan solusi yakni sabar, melakukan ikhtiar untuk sembuh seperti protokol kesehatan dan melakukan introspeksi atas segala dosa dengan memohon ampun kepada Allah.
Oleh karena itu, Ramadhan 1443 H atau 2022 bisa disambut dengan banyak bersabar di tengah musibah/endemi, namun Nabi Muhammad SAW menyambut puasa Ramadhan dalam beberapa bulan sebelumnya sejak Bulan Rajab hingga Bulan Sya'ban. Hal itu ditegaskan pengasuh Ponpes Darul Ulum Jombang, Drs. KH. Cholil Dahlan, dalam Istighotsah Rebo Pon di Masjid Besar Al Islah, Menganti, Gresik, 23 Maret 2022.
Bulan Rajab merupakan bulan menanam amal shalih, sedangkan Bulan Sya'ban merupakan bulan memupuk/merawat amal shalih, lalu Bulan Ramadhan merupakan bulan panen atau memetik hasil atas apa yang ditanam saat Rajab dan apa yang dirawat saat Sya'ban.
Bulan Rajab adalah bulannya Allah, karena pada 27 Rajab melalui Nabi Muhammad SAW, Allah memberi kesempatan kepada manusia untuk menghubungi (berkomunikasi) dengan Allah melalui sholat 5 waktu. Sementara itu, Bulan Sya'ban adalah bulannya Nabi Muhammad, karena perintah bershalawat diturunkan pada bulan Sya'ban.
Bulan Ramadhan adalah bulan panen, karena amal kebaikan dilipatgandakan 1.000 kali, bahkan ada malam yang lebih baik dari malam 1.000 bulan. Amalan andalan Nabi Muhammad saat Ramadhan adalah memperbanyak membaca Al Qur'an dan memperbanyak shalat sunnah (Tarawih).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Umatku diberikan lima perkara di bulan Ramadhan yang belum pernah diberikan kepada umat sebelumnya".
Lima perkara dimaksud, yakni mulut orang yang puasa lebih wangi di sisi Allah SWT dari pada minyak kesturi, Malaikat memintakan ampunan untuk mereka hingga berbuka, setiap hari Allah SWT menghiasi surga-Nya dan berfirman: Sudah dekat hamba-hamba-Ku yang shaleh meninggalkan beban dan berpulang kepada-Ku, setan dibelenggu maka mereka tidak bisa mencapai apa yang bisa mereka capai di bulan yang lain, dan Allah SWT mengampuni mereka di akhir malam.
Jadi, Ramadhan itu istimewa bagi Muslim, karena itu Ramadhan di era endemi sebaiknya dimanfaatkan untuk mengaji Al-Qur'an, bukan justru "mengaji" WA/whatsapp/medsos. Islam hampir tidak memberi ruang berpikir negatif sedikit pun kepada siapa pun, karena pandangan negatif yang salah disamakan dengan "fitnah" (membunuh) atau pandangan negatif yang benar disamakan dengan "ghibah" (makan bangkai). Ya, Ramadhan harus indah.