Badung (ANTARA) -
Memperingati 19 tahun Bom Bali I, LPSK berharap tragedi terorisme tidak terulang kembali baik di Pulau Dewata Bali maupun hingga ke seluruh Tanah Air.
"Melalui peringatan ini, LPSK, BNPT, dan Pemerintah Daerah di Bali berharap agar kejadian ini (tindak pidana terorisme) tidak terulang kembali di pulau ini dan di seluruh belahan bumi Nusantara, Indonesia," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dalam kegiatan peringatan 19 tahun Bom Bali I di Legian, Kuta, Bali, Selasa.
Ia mengatakan dalam rangka memperingati 19 tahun Bom Bali I ini, selain kompensasi dan bantuan kepada para korban terorisme, negara melalui LPSK, BNPT, dan Pemerintah Daerah di Bali senantiasa mengenang para korban terorisme di Bali.
Menurutnya, peringatan ini bukan sebuah selebrasi tetapi pemberian penghargaan dan penghormatan kepada para korban terorisme.
Baca juga: BNPT ajak waspadai pemikiran terorisme yang berkaitan dengan agama
"Momen ini mengingatkan kita atas tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Bali, yang mengakibatkan ratusan keluarga kehilangan sanak familinya atas kekejian dari operasi terorisme, puluhan orang mengalami luka yang sampai sekarang masih di deritanya, trauma atas tragedi yang masih menghantui para korban dan keluarganya, dan bahkan kehidupan perekonomian para korban yang porak-poranda," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan tindak pidana terorisme jelas merupakan perbuatan kejam dan tidak manusiawi yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
"Hal itu dapat dilihat dengan berbagai peristiwa tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia, menimbulkan korban sebagian besar penduduk sipil. Selain korban jiwa meninggal dunia maupun luka, (terorisme) telah menimbulkan kerugian material berupa hancurnya fasilitas umum maupun harta benda milik masyarakat," ujarnya.
Dalam hal ini LPSK yang bertugas dan berwenang memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/ atau korban sebagaimana dimandatkan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Baca juga: KAHMI Bali tegaskan terorisme itu bukan ajaran Islam
Adapun layanan yang diberikan berupa pemenuhan hak prosedural dalam bentuk memberikan pendampingan kepada para saksi dan/atau korban saat memberikan keterangan dalam proses peradilan, dan memberikan layanan bantuan kepada para saksi dan/atau korban sesuai dengan kebutuhan masing-masing, baik layanan medis, psikologis maupun psikososial.
Ia menambahkan bahwa ada 413 korban terorisme yang akan mendapatkan kompensasi dan ditargetkan tuntas pada akhir 2021.