Denpasar (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan bahwa putusan biaya restitusi terhadap terdakwa kasus pemerkosaan Herry Wirawan merupakan putusan yang kontroversial dan baru, yang belum ada dasar hukum.
"Terhadap kasus Herry Wirawan ini juga menjadi problema hukum yang saya kira semua aparat penegak dan ahli hukum harus memberikan perhatian. Ini kan putusan kontroversial dan baru, yang belum ada dasar hukumnya," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat ditemui di Kantor Gubernur Bali, Jumat.
Ia mengatakan dalam kasus ini majelis hakim memutuskan ada restitusi kepada korban. Namun, restitusi itu tidak dibayarkan oleh pelaku karena sudah mendapatkan hukuman maksimal dan kemudian, restitusi itu dibebankan kepada negara.
"Sebenarnya kalau itu dibebankan ke negara itu bukan restitusi tapi kompensasi dan kalau kompensasi LPSK yang bayarkan. Masalah nya dalam UU yang saat ini secara eksplisit disebutkan UU, punya hak atas kompensasi itu hanya korban tindak pidana pelanggaran HAM yang berat dan terorisme, dan ini yang harus jadi perhatian semua orang," katanya.
Baca juga: LPSK tuntaskan bayar kompensasi ke sembilan WNA korban terorisme masa lalu (video)
Ia mengatakan kalau menghargai putusan hakim yang mencoba mencari terobosan baru. Namun, menurutnya kontroversial. "Kalau misalnya Kementerian PPPA tidak ada kewajiban untuk itu. Dan kalau ini menjadi yurisprudensi kan bahaya. Semua kasus-kasus kekerasan seksual yang mendapat hukuman maksimal pelakunya nanti negara semua yang harus bertanggungjawab," jelasnya.
Menurutnya seharusnya restitusi tidak dijadikan sebagai hukuman tambahan melainkan hukuman pokok. Kata dia, apabila hukumannya maksimal restitusi nya tetap bisa dikenakan sebagai hukuman pokok bukan tambahan.
"Itu tidak bisa diberikan karena pelakunya sudah dapat hukuman maksimal seolah-olah tidak bisa mendapat hukuman tambahan lagi jadi semestinya harus jadi bagian hukuman pokok," katanya.
Sebelumnya, diketahui pada Selasa (15/2), Majelis Hakim PN Bandung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan karena telah memerkosa 13 santriwati, dan juga memutuskan biaya restitusi sebesar Rp331 juta untuk korban Herry agar dibebankan ke Kementerian PPPA.