Denpasar (Antara Bali) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan umat Islam di Provinsi Bali tidak bersikap eksklusif dan lebih mengedepankan sikap toleransi terhadap umat beragama lain.
"Ikuti semua kegiatan masyarakat di kampung. Kalau yang masih muda, ikutlah olahraga bersama masyarakat," kata Ketua MUI Provinsi Bali, Taufik As'adi, dalam "Dialog Kebangsaan: Toleransi Umat Beragama Untuk Mewujudkan NKRI Yang Bermartabat" di Denpasar, Selasa malam.
Dengan mengutip dokumen tahun 1965, dia menyebutkan bahwa umat Islam di Bali harus melakukan lima hal, yakni menjaga keamanan lingkungan, berpartisipasi dalam menjamin kelancaran distribusi logistik, menjadi penghubung penduduk daerah ini dengan warga dari luar, berpartisipasi dalam menjaga keutuhan RI, dan membina masyarakat melalui masjid serta lingkungan sekitar.
Menurut dia, kalau kelima hal itu dijalankan secara konsekuen, dipastikan tidak akan ada umat Islam di Bali, utamanya generasi muda, yang bersikap eksklusif.
"Bahkan, pada saat Nyepi pun bukan persoalan bagi umat Islam karena justru bisa dimanfaatkan untuk ibadah di dalam rumah, seperti membaca Alquran," kata Taufik dalam dialog yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Denpasar itu.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Pembantu Rektor III Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Drs Ida Bagus Gede Candrawan M.Ag, menilai toleransi umat Islam di Pulau Dewata sudah cukup baik.
"Pada saat Nyepi mereka juga bisa menunjukkan sikap toleransinya. Apalagi di Bali ini banyak komunitas muslim yang nota bene penduduk asli, bukan pendatang," katanya.
Demikian halnya pada saat bulan puasa, umat Hindu di Bali juga bisa menunjukkan toleransinya terhadap umat Islam yang menjalankan ibadah puasa.
"Seharusnya Bali ini bisa menjadi contoh pembangunan masyarakat berkarakter kebangsaan bagi daerah-daerah lain. Semua agama difasilitasi. Bahkan, umat Islam pun juga banyak yang membantu upacara adat di banjar (dusun adat), meskipun tidak untuk ritualnya," kata Candrawan.
Dialog yang disela dengan buka puasa bersama di sebuah hotel di Denpasar itu menjadi menarik lantaran HMI mengundang beberapa elemen mahasiswa lain, seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
"Kami sangat senang hidup di Bali ini karena meskipun mayoritas masyarakatnya penganut Hindu, tidak ada aturan yang mengadopsi agama Hindu. Bahkan, di Kampial (Nusa Dua), ada tempat ibadah untuk masing-masing pemeluk lima agama," kata seorang mahasiswa dari PMKRI saat memberikan tanggapan dalam dialog tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Denpasar, Ibnu Hajar, mengaku tidak menduga jika acara yang dipersiapkan dalam waktu singkat mendapat respons positif dari aktivis mahasiswa lain.
"Kami ingin menunjukkan kepada senior di KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiwa Islam) bahwa meskipun tak punya sekretariat, kami bisa menyelenggarakan acara ini di hotel dengan ratusan undangan," katanya.
HMI Cabang Denpasar dalam sebulan terakhir sudah tidak lagi memiliki sekretariat setelah masa kontrak kantornya di kawasan Renon habis. HMI menagih janji kepada KAHMI untuk dibuatkan kantor sekretariat secara permanen dengan menggunakan dana atas penjualan aset HMI.(M038/T007)
Muslim Di Bali Tak Boleh Eksklusif
Selasa, 24 Juli 2012 20:02 WIB