"Kami SPSI Bali dari awal menolak karena isinya mendegradasi hak-hak para pekerja. Pekerja sangat dirugikan, misalnya masalah pesangon, kita berhak 32 kali gaji jika diberhentikan. Sedangkan sekarang dikurangi menjadi 25, kalau tidak salah. Inilah yang kami perjuangkan,"ucap Wayan Madra saat dikonfirmasi di Denpasar, Jumat malam.
SPSI Bali tetap memperjuangkan hak-hak pekerja, karena apa yang diperjuangkan ini bukan untuk pekerja sekarang saja tetapi untuk anak cucu.
"Kalau ini sampai berlaku maka mereka tidak punya masa depan yang baik. Kalau UU Ketenagakerjaan kayak gitu, masalah PHK akan gampang. Selain itu, orang asing akan gampang masuk untuk bekerja apa saja. Orang asing kalau kerja di Indonesia, mereka diminta mentransfer ilmu. Kenyataannya, mereka akan bekerja terus-terusan. Kita bisa kehilangan pekerjaan. Apalagi di daerah wisata seperti Bali," ujarnya.
Baca juga: Kapolda Bali: tak ada penangkapan dalam demo "tolak omnibus law"
Baca juga: Kapolda Bali: tak ada penangkapan dalam demo "tolak omnibus law"
Wayan Madra mengatakan SPSI setelah mendengar "ketok palu" di DPR RI, banyak provokasi di media sosial. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan SPSI Bali tidak turun ke jalan.
"Mohon maaf kami SPSI tidak turun ke jalan. Kami akan menunggu apa yang sebenarnya ketok palu itu. Karena di medsos ada provokasi. Ini yang kami hindari. Kami menunggu serta mendorong pimpinan di Jakarta untuk melakukan yudicial review. Setelah ini kami dapatkan secara tertulis tentu kami akan mengumpulkan anggota untuk tindakan selanjutnya," ucapnya.
Terkait dengan aksi turun ke jalan dari mahasiswa ke Gedung DPRD Bali dan depan Kampus Universitas Udayana pada Kamis (8/10), Wayan Madra mengatakan bahwa situasi di Bali berbeda dengan daerah-daerah lain.
"Kami tidak turun ke jalan karena Bali ini tidak sama dengan daerah-daerah lain. Kita pekerja jasa di bidang wisata dan jasa lainnya berkaitan pariwisata. Selain itu, karena ini musim pandemi COVID ada kekhawatiran kalau kami menggerakkan massa turun ke jalan," kata Wayan Madra.
Menurutnya, banyak dari masyarakat yang tidak bekerja, sedangkan kalau ikut aksi demo di masa pandemi COVID-19 ini juga khawatir tertular. "Ini yang kami hindari sehingga kami tidak menurunkan massa," ujarnya.*