Tabanan (ANTARA) - Usaha industri rumahan (home industri) membuat "Bilik Disinfektan" yang dilakukan puluhan warga Tabanan dengan menggunakan sensor otomatis telah menerima pesanan dari sembilan kabupaten/kota di Bali terkait upaya antisipasi virus COVID-19.
"Bilik-bilik ini nantinya digunakan sebagai alat sterilisasi COVID-19," kata pembuat Bilik Disinfektan, I Gusti Ngurah Adnyana, saat ditemui di kawasan Banjar Jaga Satru, Desa Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, Rabu.
Ia menjelaskan ide awal membuat bilik yang terbuat dari tiang besi dan diberi plastik pengaman itu terinspiarsi dari bilik yang dilihatnya pada tayangan televisi di Provinsi Surabaya.
"Untuk membuat satu bilik disinfektan menghabiskan biaya antara Rp2,5 juta hingga Rp5 juta dengan biaya modal tersebut kami menjual bilik tersebut per-unitnya antara Rp3 juta hingga Rp7 juta," ujarnya.
Baca juga: Pasar Badung kini dilengkapi dua bilik disinfektan antisipasi COVID-19
Selama empat hari membuka usaha industri rumahan ini, pihaknya telah mengerjakan pembuatan bilik disinfektan ini sebanyak 200 bilik yang nantinya akan disebarkan di seluruh kabupaten di Pulau Dewata Bali.
"Dari pembuatan dan penyebaran bilik ini tidak hanya ditempatkan di Kabupaten Tabanan, bilik disinfektan ini telah tersebar ke beberapa kabupaten lain di Bali, seperti Gianyar, Denpasar dan Klungkung," katanya.
I Gusti Ngurah Adnyana menambahkan dengan adanya bilik disinfektan ini diharapkan masyarakat bisa merasa lebih aman berkunjung ke area publik seperti pasar.
Baca juga: Perajin bordir Denpasar produksi masker untuk atasi kelangkaan
Sebelumnya (29/3), perajin yang tergabung dalam Asosiasi Bordir, Endek dan Songket (Asbest) Kota Denpasar, Bali, memproduksi alat pelindung diri (APD) berupa masker untuk membantu atasi kelangkaan di tengah wabah virus corona penyebab COVID-19.
Ketua Umum Asbest Kota Denpasar, Ni Wayan Ria Mariani menjelaskan kelangkaan APD, khususnya masker membuat harga di pasaran semakin melonjak. Guna mengurangi beban masyarakat dan memastikan ketersediaan masker, UKM yang tergabung dalam Asbest ikut andil memproduksi masker berbahan kain. Organisasi 50 usaha kecil menengah (UKM) di Kota Denpasar itu memproduksi sedikitnya 150 masker per hari dari satu UKM.
"Tujuan awal hanya membantu teman-teman di Asbest agar tenaga kerja tidak banyak dirumahkan, karyawan ada kerjaan dengan situasi seperti ini semua anggota tetap bisa berbuat sesuatu dan tidak diam, apalagi dengan semakin langkanya masker di pasaran sementara kalau perajin mengerti bahan yang nyaman. Selain memang memiliki tenaga jahit maka timbul ide untuk membuat masker dari bahan kain," ujarnya.