Denpasar (ANTARA) - Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Provinsi Bali Putu Armaya mengatakan Kasus pemalsuan merek mulai menjadikan perhatian masyarakat, karena selaku konsumen dipastikan sangat dirugikan dari kasus tersebut.
"Salah satunya, pemalsuan merek dan logo Blue Bird Group, mulai dirasakan dampaknya sangat merusak nama baik salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia, karena pelanggannya terus mengadu, karena merasa sangat dirugikan," kata Armaya di Denpasar, Senin.
Karena itulah, baru-baru ini, Blue Bird memasang pengumuman Peringatan Penyalahgunaan Merek Terdaftar di media massa. Apalagi selama ini, pemalsuan atau penyalahgunaan merek terdaftar ternyata belum mendapat perhatian maksimal maupun tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Terbukti, pelanggaran hukum pemalsuan merek berkenaan dengan banyaknya praktek pemalsuan merek di lapangan makin marak. Padahal, merek dagang Blue Bird Group, seperti di Bali banyak yang ditiru oleh oknum driver atau perusahaan angkutan lainnya, bahkan tanda pengenal pun dibuat seidentik mungkin, sehingga mengelabuhi pelanggannya.
Untuk memberi efek jera salah satu pelakunya yang diduga memalsukan kartu pengenal adalah pengemudi Blue Bird Group sudah ditetapkan sebagai terdakwa di pengadilan negeri Denpasar.
"Itu dugaan perbuatan pidana, jika terbukti harus dihukum sesuai pasal yang menjeratnya. Itu perbuatan dugaan tindak pidana," ucapnya.
Padahal menurut Armaya, yang juga berprofesi sebagai pengacara itu, pemalsuan atau penyalahgunaan merek terdaftar itu secara langsung dirugikan adalah pemegang merek itu sendiri. Karena selain konsumen atau pelanggannya Blue Bird yang tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya, juga dari perusahaan taksi itu sendiri akan dirugikan secara langsung.
Termasuk kasus pemalsuan atau penyalahgunaan pemakaian identitas palsu dari pemegang merk tersebut juga akan diancam hukuman pidana.
"Yang dirugikan secara langsung adalah perusahaan PT Blue Bird-nya. Dugaan pemalsuan identitas ya jelas terancam pidana. Itu pidana, kerugian konsumen jika pelayanan taksi yang bersangkutan tidak baik banyak keluhan dan lainnya jelas konsumen rugi. Lagian itu perorangan," katanya.
Sementara itu, kata Armaya, jika dari sisi perlindungan konsumen menyoroti dari pelayanan angkutan yang dipakai tersebut menerima banyak keluhan pelanggan, sehingga pelayanannya kurang baik dan menerima banyak keluhan.
"Kalau persepektif perlindungan konsumen jika taksi yang bersangkutan banyak keluhan, pengaduan dan pelayanan kurang baik, bisa dikategorikan melanggar hak-hak konsumen. Jka itu pemalsuan itu sudah masuk tindak pidana. Ini kasus yang disidangkan di PN Denpasar unsur pidananya. Kalau masalah perlindungan konsumen, ya jelas harus ada yang dirugikan, ada keluhan, pelaku usaha siapa? Angkasa Pura juga bisa kena, jika tanpa pengawasan," ucapnya.