"Ritel di Indonesia saat ini sudah mentransformasikan bisnisnya tidak hanya ke toko fisik tapi juga ke 'online store'. Anggota kami sekitar 600 anggota dengan 40.000 toko fisik itu sudah 95 persen mentransformasikan bisnisnya ke online," kata Ketua Aprindo Roy Mandey dalam jumpa pers Konferensi Future Commerce Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa.
Sekitar lima persen sisanya, lanjut Roy, merupakan pemain lokal yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi toko fisik dan masih enggan bertransformasi karena optimistis dengan kondisi tersebut.
"Selalu kami yakinkan mereka untuk tidak hanya punya toko offline tapi juga punya online. Toko fisik juga masih perlu karena tetap saja ada yang butuh melihat secara fisik," ujarnya.
Menurut Roy, masuknya ritel "offline" ke sistem "online" baik melalui "e-commerce" atau "marketplace" disebabkan karena tingginya permintaan konsumen.
"Tidak hanya (permintaan) millenials, tapi juga oleh para 'baby boomers' (generasi yang lahir dengan rentang tahun lahir 1946-1964)," tuturnya.
Lebih lanjut, Roy menyebut pengusaha saat ini tidak mungkin bisa menolak digitalisasi. Pasalnya, selain harus mengikuti tren yang ada, digitalisasi dinilai dapat mendongkrak pertumbuhan atau pencapaian target omzet ritel.
"Digitalisasi adalah keniscayaan, makanya kita harus 'absorb' (serap). Kami harap peran digitalisasi semakin baik, artinya jadi punya aturan, bukan semakin tak punya aturan," pungkasnya.
Baca juga: Indef: Ritel tutup bukan karena pasar melemah tapi karena tak mampu bersaing
(AL)