Denpasar, (Antaranews Bali) - BPJS Ketenagakerjaan mengantongi data sebanyak 78 badan usaha di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur menunggak iuran pekerja yang sudah diserahkan kepada kejaksaan untuk ditindaklanjuti.
"Saya berharap tunggakan yang belum dibayarkan itu bisa ditagihkan hingga Desember 2018," kata Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Bali Nusa Tenggara dan Papua (Banuspa) M Yamin Pahlevi ketika membuka rapat pemantauan dan evaluasi bersama kejaksaan NTB-NTT di Kuta, Bali, Senin.
Menurut dia, 78 pemberi kerja itu terdiri dari 77 perusahaan yang beroperasi di Provinsi NTB dengan tunggakan mencapai Rp46,4 juta dan satu perusahaan di Provinsi NTT dengan tunggakan mencapai Rp425,4 juta.
Dengan adanya tunggakan itu, BPJS Ketenagakerjaan melayangkan surat kuasa khusus kepada kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara untuk menindaklanjuti temuan tersebut.
Dari 77 perusahaan dengan tenaga kerja sebanyak 398 orang di NTB itu, hingga saat ini sudah 22 perusahaan di antaranya membayar tunggakan dengan nominal mencapai Rp28,4 juta untuk 28 tenaga kerja.
Sedangkan satu perusahaan atau pemberi kerja di NTT, dari total tunggakan mencapai Rp425,4 juta, sudah terealisasi Rp259,3 juta.
Sebagian besar pemberi kerja atau perusahaan di NTB yang menunggak iuran pekerja itu, lanjut dia, bergerak di beragam sektor di antaranya perhotelan hingga ritel baik berukuran menengah dan kecil.
Tidak hanya terkait tunggakan, perusahaan di Bumi Gora itu, kata dia, juga menyangkut dengan perusahaan wajib namun belum mendaftarkan pekerjanya dalam jaminan sosial dan perusahaan yang ternyata hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya.
Sedangkan untuk satu pemberi kerja atau perusahaan di NTT yang masih menunggak iuran itu bergerak di sektor pertambangan mangan. "Sebenarnya surat kuasa khusus ini tidak hanya mendorong perusahaan tunduk kepada hukum tetapi jauh dari itu misi kami adalah preventif agar masyarakat pekerja rentan, jangan sampai jatuh miskin saat kena musibah," katanya.
Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Muhamad Dofir dalam sambutannya mengakui wilayahnya belum maksimal baik kepatuhan perusahaan dan pembayaran iuran.
Selain karena kemungkinan perusahaan itu tidak jujur dalam transparansi jumlah pekerja dan iurannya, musibah gempa bumi yang beberapa waktu lalu mengguncang Lombok, juga memberi dampak adanya tunggakan tersebut. "Pasti ke depannya ada pemberi kerja meminta ke BPJS Ketenagakerjaan untuk dispensasi supaya pekerja tidak didaftarkan dulu. Bank juga begitu, banyak yang jatuh tempo, minta dispensasi. Ini harus kami sikapi, ini perlu adanya kajian berdasarkan ketentuan yang ada," katanya.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Febrie Adriansyah mengharapkan adanya kerja sama dalam program yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan seperti Desa Sadar Jaminan Sosial yang dapat digabung dengan Desa Sadar Hukum.
Apalagi saat ini pemerintah menggencar pembangunan infrastruktur daerah pinggiran sehingga banyak menyerap tenaga kerja khususnya sektor konstruksi.
Tak hanya itu, ia juga mendorong perusahaan milik pemerintah atau BUMN untuk menyisihkan dananya melalui program tanggung jawab sosial dalam memberikan pelatihan khusus misalnya kepada calon TKI.
Dalam rapat pemantauan dan evaluasi tersebut juga dihadiri perwakilan dari kejaksaan negeri dan asisten perdata dan tata usaha (Asdatun) di NTB dan NTT.
BPJSTK kantongi 78 perusahaan NTB-NTT menunggak iuran
Senin, 22 Oktober 2018 12:05 WIB